SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

May 31, 2014

Fakta yang memecah-belah para da'i.

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya:
Sering kami dapati orang-orang yang menyeru manusia kepada tauhid di berbagai negara Islam justru berpecah-belah dan terbagi menjadi berkelompok-kelompok. Sementara mereka semua mengajak kepada tauhid, sungguh memprihatinkan; padahal [bukankah] akidah itu akan mewujudkan persatuan dan bukan malah memecah-belah?
Beliau menjawab:
Menurut saya, hal ini tidak benar. Saya tidaklah mengira bahwa orang-orang yang suka berpecah-belah itu mengajak kepada tauhid. Sebab seandainya mereka menyeru kepada tauhid niscaya mereka tidak akan berpecah-belah. Akan tetapi sesungguhnya mereka itu adalah mengajak kepada pemikiran-pemikiran dan jalan-jalan [yang menyimpang, pent]. Masing-masing punya jalan sendiri. “Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka.” (QS. al-Mu’minun: 53 dan ar-Ruum: 32).
Sebab pada hakikatnya, seandainya mereka itu berdakwah kepada tauhid dengan cara dakwah yang benar pastilah mereka akan bersatu dan berkumpul. Karena tauhid itulah yang menyatukan orang-orang terdahulu sebelum kita, dan tauhid itu pula yang bisa menyatukan kita dan menyatukan orang-orang setelah kita. Sesungguhnya kebodohan tentang tauhid, atau karena ketidakseriusan dalam memperhatikan masalah [tauhid] ini, itulah sebenarnya faktor yang memecah-belah para da’i.  [lihat Mazhahir Dha'fil 'Aqidah Fi Hadzal 'Ashr, hal. 31]

May 27, 2014

Bicara berhikmah

Abu Utsman An-Naisaburiy berkata, "Siapa saja yang menjadikan As-Sunnah sebagai pengaturan dirinya baik perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan hikmah (bijak). Siapa saja yang menjadikan hawa nafsu sebagai pengatur dirinya baik perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan sesuatu yang diada-adakan (bid'ah)."

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman;
"Dan jika kamu ta'at kepadanya (As-Sunnah) niscaya kamu mendapat petunjuk."
[QS. An-Nuur: 24:54]
Petikan dari 'Misteri Kebaikan dan Keburukan' oleh Syaikh Ibn Taimiyyah.

May 26, 2014

Apabila doa' boleh menjadi senjata dua mata.

Doa' itu terbagi dua macam:- 1) Doa' ibadah dan 2) Doa' masa'alah.
Dan di dalam alQur'an terkadang Allah Ta'ala mengartikan lafazh doa' yang pertama dan terkadang pula dengan pengertian yang kedua, terkadang menggabungkan antara keduanya.

Doa' masa'alah ya lah permintaan seorang hamba akan hal-hal yang bermanfaat baginya atau agar ia terhindar dari sebuah kerusakan.

Adapun doa' ibadah, yaitu; bertawassul kepada Allah dengan berlaku ikhlas kepada-Nya dalam beribadah untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau agar ia terhindar dari sebuah kejahatan yang akan menimpanya.

Syaikhul Islam berkata; doa terbagi dua macam dan setiap doa ibadah mempunyai pertalian yang sangat erat dengan doa masa'alah dan demikian juga sebaliknya. Allah Ta'ala berfirman,
"Berdoa'lah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut." (Al A'raaf :55) dan "(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang kerananya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki." (Al-An'aam:41).

Asy-Syaikh berkata: orang-orang kafir dahulu yang menjadikan sembahan selain Allah, seperti Al-Masih, malaikat-malaikat dan sekelian berhala; tidaklah mereka itu berkeyakinan bahwa sesembahan itulah yang menciptakan, menurunkan hujan atau menumbuhkan tanaman. Tetapi mereka itu hanyalah menyembah makhluk tersebut, menyembah kuburan mereka atau patung-patung mereka, melainkan bertaqarrub pada Allah; "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az-Zumar:3), dan berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah." (Yunus:18)
Setelah itu Allah pun mengutus para Rasul-Nya untuk mencegah mereka dari berdoa selain kepada-Nya, tidak berupa doa' ibadah dan doa' masa'alah.

Ibnu Qayyim berkata; dan diantara bermacam-macam syirik adalah: meminta hajat kepada mayit, meminta tolong dan bermunajat kepadanya. Ini adalah asal dari kesyirikan yang terjadi di alam semesta; kerana orang yang sudah meninggal itu, telah terputus segala amalannya; ia tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya dan tidak dapat menolak kemudharatan dari dirinya terlebih untuk menjadikan semua itu kepada orang selainnya.

PERINGATAN:
Syaikhul Islam berkata; orang-orang yang mengaku Islam dizaman ini, banyak diantara mereka yang telah lepas dari Islam kerana beberapa sebab; berlebih-lebihan terhadap beberapa syaikh atau bahkan berlebih-lebihan terhadap Ali bin Abu Talib, atau terhadap Al Masih (Nabi Isa); maka setiap orang yang berlebihan terhadap seorang nabi atau orang yang shalih kemudian ia menjadikan sebagian dari bentuk ketuhanan kepada mereka, sampai-sampai ada diantara mereka ada yang berkata; "Wahai syaikh fulan, tolonglah aku, atau berilah rezki padaku," dan perkataan lain semisalnya, maka wajib lah diperintahkan untuk mereka bertaubat. Jika ia bertaubat diterima, jika tidak dihukum mati; kerana sesungguhnya Allah Ta'ala hanyalah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitabNya untuk memberantas kesyirikan. 
Bayangkan keadaan zaman sekarang! Allahul Musta'an.
Dikutip dari 'Syarah Bulughul Maram' bab Doa', Jilid 7;  oleh Abdullah bin Abdurrahman AlBassam. Terbitan Pustaka Azzam.

Orang Islam Bagaimanakah yang Paling Afdal?


Dari Abu Musa rahimahumullah, ia berkata: "Para sahabat bertanya: 'Wahai Rasulullah, orang Islam bagaimanakah yang paling afdhal?' Beliau menjawab: 'Orang yang orang-orang Muslim lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya."
[HR. Shahih Bukhari no.11]

Pada hari ini kita lihat fenomena kafir mengkafirkan, sesat menyesatkan antara para dai', para ustadz, para 'penceramah'. Ulama-ulama terdahulu, yang diakui keilmuan, kewara'an mereka juga tidak terlepas dari fitnah ini.

Misalnya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,di tuduh kafir dan sesiapa yang menggelarnya  'Syaikhul Islam' dianggap kufur, dan muridnya Ibnu Qayyim pula dikatakan buku-bukunya sesat. Syaikh Muhammad Abdul Wahab, diberi label syaikh 'Wahhabi'.

Dan setiap dai' yang mendakwahkan manhaj Salaf tidak terlepas dari 3 'stigma' iaitu Wahabi, Salafi  dan golongan ultra konsevertif, (radical / ekstrim) sebab 'tidak fleksibal', tidak dapat menerima perbedaan pendapat walaupun perkara yang diperselisihkan sudah terang nas dan dalil-dalilnya.

Mana mungkin yang bathil bersatu dengan yang Haq. Bid'ah di satukan dengan sunnah, syirik bersama dengan tauhid, keta'atan bersama dengan maksiat, yang haram dicampuradukkan dengan yang halal, keyakinan dengan shubahat...

Dalam situasi yang keterbalikkan pula apabila ada pihak yang menjalankan amar ma'ruf nahi munkar (pada tempatnya,) mereka dituduh membuat fitnah, menghukum, menghina, membuka aib, menggibah.

Sangat disayangkan golongan yang menyeleweng lah yang lebih mendapat sokongan, pembelaan, pengiktirafan dari berbagai pihak, sehingga perkara-perkara bid'ah berleluasa, menjadi sebagai satu "sunnah". Mereka lebih kedepan, lebih berani dan menonjol dalam ber acara yang beraneka ragam, seolah-olah mencabar orang-orang yang memperingatkan, menasehati akan kebid'ahan yang dibuat itu.

"Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan,akan rugilah pada hari itu orang-orang mengerjakan kebathilan.....". [QS. Al-Jaatsiyah :27-28].

Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata :  “ Bagaimana jawabanmu terhadap seruan para Rasul?”  (QS al Qashash: 65)

Apakah kita ittiba’ (mengikuti/ meneladani) Rasulullah shallallahu alaihi wassalam ataukah tidak?  Hal ini merupakan pertanyaan besar yang akan ditanyakan Allah Ta’ala kepada seluruh hambaNya pada Hari Kiamat. Oleh kerananya, wajib bagi kita untuk ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. [lihat tafsir Ibnu Katsir]
Wallahu 'alam wa Allahul Musta'an...

May 23, 2014

Bagaimana syaitan dapat menghalangi manusia dari jalan yang benar?

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Mahapemurah (al-Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk."
[QS. Az-Zukhruf: 36-37]
Siapa yang tidak memperhatikan hujjah-hujjah Allah Azza wa Jalla dan justru berpaling darinya dengan pandangan yang lemah, seperti pandangan orang yang matanya mengalami gangguan penyakit, atau berpura-pura lalai dari hidayah, maka Allah akan adakan baginya syaitan-syaitan yang menyesatkannya dan memberinya jalan ke Neraka Jahim. 

Sesungguhnya syaitan-syaitan itu menghalanginya dari jalan kebenaran, dan memperlihatkan kesesatan tampak bagus bagi mereka, membuat mereka benci terhadap keimanan kepada Allah dan tidak menyukai amal keta'atan kepada-Nya. 
Allahul Musta'an 
Ref: Tafsir Ibnu Katsir 

Belajar sikap ihtimam/fokus dari imam Bukhari ..

Di kisahkan bahwa Imam Bukhari ketika tinggal di Naisabur, datang kepada beliau surat-surat dari keluarga wanitanya. Isi surat tersebut adalah salam untuk beliau yang sedang di Naisabur. 

Suatu ketika, Imam Bukhari ingin membalas Surat salam-salam kerabat wanitanya tersebut untuk dikirim ke Bukhara . Ketika beliau menulis beliaupun lupa nama-nama mereka. Diingat-ingat tapi beliau tetap lupa dan tidak mampu menyebutkannya. Subhanallah. Seorang Imam jibalul Hifzh bisa demikian? Padahal beliau bisa menyebutkan lebih dari 70 ribu hadits beserta biografi perawinya tentang lahirnya kapan,tempatnya dimana dan matinya kapan. 

Beliau juga yang bisa menyebutkan nama 300 murid Anas ibn Malik dalam sesaat ketika keadaan lamunnannya. Ada apa dengan Imam Bukhari, bisa tidak hafal nama-nama saudara dari kalangan wanitanya . Ada Apa?

Disebutkan bahwa Imam Bukhari tidak mempunyai perhatian kepada selain ilmu. Terlebih perhatian kepada nama-nama kerabat wanitanya. Inilah sebab ketidakmampuan Imam Bukhari menyebutkan nama-nama kerabat-kerabat wanitanya.
✔Al-Ihtimam..
Ya. Intimam atau perhatian dan fokus terhadap sesuatu akan menjadi salah satu sebab seorang mudah menghafal sesuatu.
Lalu kenapa kita bisa susah menghafal al-Quran dan hadiths? Susah mengingat pelajaran agama kita? 

Mentok, buntu, pasrah dengan keadaan sebagai salafy yang susah menghafal Quran, hadith, matan kitab....
Mungkin...Ya mungkin...
Mungkin saja kita kurang perhatian dan kurang memfokuskan diri pada al-Quran dan al hadith. Kita lebih fokus dan perhatian kepada berita-berita yang sedang update di situs-situs berita Internet. Kita mungkin lebih ihtimam kepada hasil skor pertandingan bola piala ini dan itu.

Inilah bahan koreksi untuk diri-diri kita wahai saudara-saudara ku....
Mari kita fokus kan dan tingkatkan ihtimam kita kepada al-Quran dan Sunnah agar Allah muhahkan kita menghafal kalam ilahi, sabda nabi dan matan-matan ilmi...... 
Wallahu 'alam..
Sumber : salafy.or.id


May 20, 2014

Hadith yang 'disembunyikan' oleh Mu'adz bin Jabal sehingga jelang wafatnya!

"Tidak ada seorang pun yang bersaksi secara tulus dari hatinya bahwa tiada ilah yang berhak di ibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah akan mengharamkan Neraka atas dirinya."  
[HR. Shahih Bukhari no128.]

Apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda ketika Mu'adz bin Jabal di bonceng dibelakang beliau, Mu'adz pun berkata; "Wahai Rasulullah, tidakkah sebaiknya aku sampaikan berita gembira ini kepada orang banyak agar mereka merasa gembira?" Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menjawab: "Jika demikian, nanti mereka hanya akan bergantung saja tanpa mau beramal." Dalam hadith yang berkaitan no.129, beliau berkata, "Jangan! Sungguh, aku takut mereka hanya akan bergantung." 

Meskipun begitu, Mu'adz tetap menyampaikan hadith ini menjelang wafatnya, kerana ia takut berdosa.

Sebagaimana Jabir bin 'Abdullah al-Anshari berkata: "Aku diberitahu oleh orang yang hadir ketika Mu'adz menjelang wafatnya, bahwa ia berkata: 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan sebuah hadith dan tidak ada yang menghalangiku untuk menyampaikan hadith itu kepada kalian kecuali kerana rasa khawatir bahwa kalian hanya akan bertawakkal tanpa beramal.' Lalu ia pun menyebutkan hadith tersebut." 
Lihat Fathul Bari kitab, al-Ilmu. Hadith 128,129.

Untaian Hikmah Ulama Sunnah.

Hakikat ilmu

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Bukanlah ilmu itu diperoleh -semata-mata- dengan banyaknya riwayat, akan tetapi hakikat ilmu itu adalah khas-yah/rasa takut kepada Allah.” (lihat al-Fawa’id, hal. 142)
Niat Yang Lurus Dalam Menimba Ilmu
 Abu Abdillah ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkat menimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, ilmunya tidak akan bermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu untuk mengamalkan ilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (lihat al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, hal. 71)
Ilmu, Amalan, dan Keikhlasan 
Imam Ibnul Qayyim  rahimahulllah berkata, “… Seandainya ilmu bisa bermanfaat tanpa amalan niscaya Allah Yang Maha Suci tidak akan mencela para pendeta Ahli Kitab. Dan jika seandainya amalan bisa bermanfaat tanpa adanya keikhlasan niscaya Allah juga tidak akan mencela orang-orang munafik.” (lihat al-Fawa’id, hal. 34)
Merasa Haus Akan Ilmu
Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setan tidak membiarkan lolos seorang pun di antara kalian. Bahkan ia datang melalui pintu ilmu. Setan membisikkan, “Untuk apa kamu terus menuntut ilmu? Seandainya kamu mengamalkan apa yang telah kamu dengar, niscaya itu sudah cukup bagimu.” Qatadah berkata: Seandainya ada orang yang boleh merasa cukup dengan ilmunya, niscaya Musa ‘alaihis salam adalah orang yang paling layak untuk merasa cukup dengan ilmunya. Akan tetapi Musa berkata kepada Khidr (yang artinya), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau bisa mengajarkan kepadaku kebenaran yang diajarkan Allah kepadamu.” (QS. al-Kahfi: 66).” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal [1/136])
Guru Yang Ideal 
 Yusuf bin al-Husain menceritakan: Aku bertanya kepada Dzun Nun tatkala perpisahanku dengannya, “Kepada siapakah aku belajar?”. Beliau menjawab, “Hendaknya kamu belajar bersama orang yang dengan melihatnya mengingatkan dirimu kepada Allah. Kamu memiliki rasa segan kepadanya di dalam hatimu. Orang yang pembicaraannya menambah ilmumu. Orang yang tingkah lakunya membuatmu semakin zuhud kepada dunia. Kamu pun tidak mau bermaksiat kepada Allah selama sedang berada di sisinya. Dia memberikan nasehat kepadamu dengan perbuatannya, tidak dengan ucapannya semata.” (lihat al-Muntakhab min Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaa’iq, hal. 71-72)
Keyakinan al-Qur’an Makhluk
Abdullah putra Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, dari Ibrahim bin Ziyad. Dia berkata: Suatu saat aku bertanya kepada Abdurrahman bin Mahdi. Aku katakan kepadanya, “Bagaimana pendapatmu mengenai orang yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk?”. Beliau menjawab, “Seandainya aku adalah penguasa atas dirinya, niscaya aku akan berdiri di atas jembatan dan tidak akan lewat seorang pun melainkan aku pasti menanyainya. Apabila dia mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk, pastilah akan aku penggal lehernya dan kepalanya kulemparkan ke dalam sungai.” (lihat as-Sunnah li Abdillah ibn Ahmad ibn Hanbal [1/172])
Abdullah putra Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, dari Harun bin Ma’ruf. Beliau mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka (berkeyakinan, pent) bahwasanya Allah tidak berbicara, sesungguhnya dia adalah orang yang memuja berhala.” (lihat as-Sunnah[1/172])
Abdullah putra Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, dari Ibnul Majisyun. Beliau berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwasanya al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.” (lihat as-Sunnah [1/173])
Nilai Sebuah Keikhlasan
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata: Malaikat naik ke langit membawa amal seorang hamba dengan perasaan gembira. Apabila dia telah sampai di hadapan Rabbnya, maka Allah pun berkata kepadanya, “Letakkan ia di dalam Sijjin [catatan dosa], karena amalan ini tidak ikhlas/murni ditujukan kepada-Ku.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyah, hal. 45)
Sosok Yang Rabbani
Imam Ibnul A’rabi rahimahullah mengatakan, “Tidaklah seorang ‘alim disebut sebagai ‘alim rabbani kecuali apabila dia telah menjadi orang yang [benar-benar] berilmu, mengajarkan ilmu, dan beramal -dengan ilmunya-.” (lihat Fath al-Bari [1/197] cet. Dar al-Hadits)
al-Khathib meriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan rabbani adalah para ahli fikih -orang-orang yang dalam ilmu agamanya- (lihat ‘Umdat al-Qari [2/64])
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menafsirkan bahwa rabbani adalah orang-orang yang memiliki ketenangan (hilm) dan fikih (pemahaman agama) yang mendalam. Dalam sebagian teks, beliau menafsirkan rabbani dengan ‘orang-orang yang memiliki sifat hikmah/bijak dan orang-orang yang fakih’ (lihat ‘Umdat al-Qari [2/65])
Sumber: kajianmahasiswa.wordpress.com

May 19, 2014

"Tawakkal" Ibnu Qayyim

Ibnu Qayyim mengatakan, "Allah menggabungkan antara tawakkal dan ibadah, menggabungkan  pula antara tawakkal dan iman, menggabungkan pula antara tawakkal dan Islam, menggabungkan antara tawakkal dan taqwa, menggabungkan antara tawakkal dan hidayah. Maka nampak lah bahwa tawakkal dalam Islam bagaikan kedudukan badan untuk kepala. Sebagaimana kepala tak bisa tegak tanpa badan, demikian pula iman dan seluruh amalan tak bisa tegak kecuali di atas tawakkal."  (Thariqul Hijratain 386)

@Dr_malqahtani - Dr. Muhammad Sa’id Al Qahthani, pernah menjabat dosen mata kuliah Aqidah dan Madzhab Pemikiran Kontemporer di Universitas Ummul Qura, Saudi Arabia. 16/3/2014.   Twit ulama 

May 16, 2014

Orang munafik yang berada dalam kerak api Neraka.

Apabila seseorang beramal dengan tauhid secara zhahir yakni dengan lisan dan anggota badannya, akan tetapi dia tidak menyakini dengan hatinya dan memahaminya maka dia munafik. Keadaannya lebih buruk daripada orang kafir yang murni kekafiran nya, kerana firman Allah Azza wa Jalla;
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada dalam keraknya api Neraka."
[QS. An-Nisaa' :145]
Ini berlaku bagi orang yang menentang, yang mengetahui kebenaran, tetapi dia mengingkari, hatinya tidak merasa mantap dengan kebenaran tersebut; yang menampakkan kesungguhan melaksanakan kebenaran tersebut dengan maksud menipu Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
Adapun orang yang tidak mengetahui kebenaran secara utuh lalu dia beramal sesuai dengan apa yang dia tahu atau melihat bagaimana dilakukan oleh orang-orang, sedangkan dia tidak tahu dasarnya secara jelas, maka orang seperti ini harus diajari. Apabila sudah di tunjuk ajar yang sebenarnya  tetapi dia terus -menerus dalam keingkaran, maka dia termasuk orang munafik.

Syaikh rahimahullah menjelaskan ini masalah yang besar lagi panjang, yakni panjang penelitiannya. Kita lihat ramai manusia kadang-kadang menolak kebenaran kerana takut celaan atau mengharapkan kedudukan jabatan atau dunia. 

Dalam keadaan seperti ini perlu di teliti dengan seksama sehingga jelas siapa yang munafik dan siapa yang benar-benar Mukmin. Wallahu a'lam.
Syarah Kasyfu Syubuhat oleh Syaikh al-Utsaimin.

May 15, 2014

Sunnah-sunnah di hari Jumaat.

1] Memperbanyak shalawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku di dalamnya, karena shalawat kalian akan disampaikan kepadaku”. Para sahabat berkata, “Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?” Nabi bersabda,Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa-i)
[2] Membaca Surah AlKahfi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat AlKahfi pada hari Jum’at, maka Allah akan meneranginya di antara dua Jum’at.” (HR. Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menilainyashahih)
[3] Perbanyak Doa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari Jum’at kemudian berkata, “Di hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan detik terakhir dari hari Jum’at adalah saat menjelang maghrib, yaitu ketika matahari hendak terbenam.
[4] Perbanyak Dzikir Mengingat Allah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian diseru untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah mengingat Allah…” (QS. AlJumu’ah: 9)

Sunnah-Sunnah Terkait Shalat Jum’at

[1] Mandi Jum’at
Diantara hadits yang menyebutkan dianjurkannya mandi pada hari jum’at adalah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at, maka ia mandi seperti mandi janabah…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian ulama ada yang mewajibkan mandi jum’at dalam rangka kehati-hatian berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Membersihkan Diri dan Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu shalat sesuai dengan kemampuan dirinya, dan ketika imam memulai khutbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jum’at ini sampai Jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[3] Memakai Pakaian Terbaik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib bagi kalian membeli 2 buah pakaian untuk shalat jum’at, kecuali pakaian untuk bekerja” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani)
Di dalam hadits ini Nabi mendorong umatnya agar membeli pakaian khusus untuk digunakan shalat jum’at.
[4] Bersegera Berangkat ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jum’at dan tidur siang setelah shalat Jum’at” (HR. Bukhari).
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berkata dalam Fathul Bari, “Makna hadits ini yaitu para shahabat memulai shalat Jum’at pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada shalat zuhur ketika panas, sesungguhnya para shahabat tidur terlebih dahulu, kemudian shalat ketika matahari telah berkurang panasnya”
[5] Perbanyak Shalat Sunnah Sebelum Khatib Naik Mimbar
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi kemudian datang untuk shalat Jum’at, lalu ia shalat semampunya dan dia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat bersama imam, maka akan diampuni dosanya mulai jum’at tersebut sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
Hadits di atas juga menunjukkan terlarangnya berbicara saat khatib sedang berkhutbah, dan wajib bagi setiap jamaah untuk mendengarkannya
[6] Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhutbah
Sahl bin Mu’adz bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) ketika sedang mendengarkan khatib berkhutbah” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, derajat : hasan)
[7] Shalat Sunnah Setelah Shalat Jum’at
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan shalat Jum’at, maka shalatlah 4 rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka shalatlah 2 rakaat di masjid dan 2 rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)
Sumber: buletin.Muslim.or.id (diambil isinya tanpa perubahan)

May 12, 2014

Kehidupan Dunia Menurut Generasi Salaf

Al-Hasan al-Bashri rahimahumallah mengatakan, “Semoga Allah merahmati seseorang yang mencari harta dengan cara yang baik, membelanjakannya dengan sederhana, dan memberikan sisanya.

Arahkanlah sisa harta ini sesuai dengan yang diarahkan oleh Allah. Letakkanlah di tempat yang diperintahkan oleh Allah. Sungguh, generasi sebelum kalian mengambil dunia sebatas yang mereka perlukan. Adapun yang lebih dari itu, mereka mendahulukan orang lain.

Ketahuilah, sesungguhnya kematian amat dekat dengan dunia hingga memperlihatkan berbagai keburukannya. Demi Allah, tidak seorang berakal pun yang merasa senang di dunia. Karena itu, berhati-hatilah kalian dari jalan-jalan yang bercabang ini, yang muaranya adalah kesesatan dan janjinya adalah neraka.

Aku menjumpai sekumpulan orang dari generasi awal umat ini. Apabila malam telah menurunkan tirai kegelapannya, mereka berdiri, lalu (bersujud) menghamparkan wajah mereka. Air mata mereka berlinangan di pipi. Mereka bermunajat kepada Maula (yakni Rabb) mereka agar memerdekakan hamba-Nya (dari neraka).

Apabila melakukan amal saleh, mereka gembira dan memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut. Sebaliknya, apabila melakukan kejelekan, mereka bersedih dan memohon kepada Allah agar mengampuni kesalahan tersebut.”
(Mawa’izh al-Hasan al-Bashri, hlm. 41—42)
Sumber: Majalah AsySyariah Edisi 94

Peringatan akan...Istidraj !

**Pada saat ini jika kita lihat disekeliling keadaan sangat menakutkan dan menyedihkan. Maksiat, kemungkaran, kesyirikan, kedzaliman berleluasa. Peringatan, nasehat yang diberi, amar ma'ruf nahi munkar yang di jalankan, tidak berkesan, malah situasi semakin menjadi-jadi. Yang dzalim semakin kejam, yang bermaksiat semakin kencar, yang membuat syirik semakin berani, yang sesat semakin menyesatkan, yang berbohong menjadi pendusta, yang membuat bid'ah semakin menambah-nambah acara-acaranya..** (pen) 

Dari Ubah bin Amir radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah." 

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah;

"Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membuka semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." 
[QS. Al-An'am:44].
(HR. Ahmad, Thabrani dalam Al-Kabir, no.913, dishahihkan Al-Albani dlm As-Shahihah, 414)

Istidraj secara bahasa diambil dari kata da-ra-ja د ر ج yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidraj dari Allah kepada hamba difahami sebagai 'hukuman' yang diberi sedikit demi sedikit dan tidak langsung. Allah biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya. Allah berfirman; 

"Nanti Kami menghukum mereka dengan beransur-ansur (kearah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui."   [QS. Al-Qalam :44]

Semua tindakan maksiat yang Allah Ta'ala balas dengan nikmat, dan Allah membuat dia lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan adzab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya, itulah istidraj. Allah a'lam.
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (dengan penambahan yg tidak mengubah isinya)
Sumber:

May 11, 2014

Ayat yang dijadikan dasar wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam wafat, ramai para sahabat seolah-olah tidak percaya dan tidak yakin akan kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Terjadilah kekecuhan, sehingga Abu Bakar ash-Shiddiq membacakan ayat yang merupakan salah satu diantara ayat-ayat yang dijadikan dasar kematian baginda, (Umar mengatakan seolah-olah dia tidak pernah mendengar ayat ini) sehingga mereka pun merasa yakin dengan kematian beliau. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu pada hari Kiamat akan berbantah-bantahan di hadapan Rabb-mu. Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di Neraka Jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?"  
[QS. Az-Zumar: 30-32] Lihat Tafsir Ibnu Katsir..

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, mengatakan seluruh manusia akan berbantah-bantah disisi Rabb mereka; orang kafir dan orang beriman, orang yang benar dengan orang yang batil, orang yang zhalim dengan orang yang dizhalimi, sehingga dari setiap kamu diambil sesuatu, kemudian diberikan kepada orang lain sebagai haknya. 

"Bukankah di Neraka Jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?"  maksudnya adalah, bukankah di neraka ada tempat bagi orang yang kafir kepada Allah, orang yang tidak mau mempercayai Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan mengikuti seruan yang ia bawa dari sisi Allah; seruan tauhid dan hukum al-Quran. 

Ini peringatan bagi orang-orang yang menyelisihi perintah dan Sunnah Rasul-Nya dan membuat berbagai syariat baru dalam agama ini. 
Wallahu a'lam Wallahul Musta'an.
Re: Tafsir Ath-Thabari: QS 39:30-32

Hari demi hari...

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan menasihati supaya menetapi kesabaran."
[QS. Al-Ashr:1-3]
Dengan demikian Allah Ta'ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar rugi dan binasa. Kecuali mereka yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran. Bersabar atas segala macam cobaan, takdir, serta gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.
[Lihat Tafsir Ibnu Katsir]
(Imam Shafi'e berkata, cukuplah jika hanya surah ini diturunkan sebagai peringatan bagi manusia.)

Termasuk prinsip utama dalam beragama ialah mengajak dan mengingatkan menusia kepada kebenaran dan membantah kebatilan. Ini termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang telah diperintahkan oleh Allaah dan Rasul-Nya. Allah Ta'ala berfirman;

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari munkar dan beriman kepada Allaah.” [QS. Ali ‘Imran : 110]

Jadi jika saling menasihati dan mengingatkan telah ditinggalkan, maka keburukan akan terjadi.
Sebagaimana Allaah subhanahu wa ta'ala telah menceritakan tentang sebab kebinasaan Bani Israil :
"Mereka itu satu sama lain tidak mencegah dari kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu" [QS. Al Ma-idah : 79]

Hari demi hari berlalu, secebis dari umur kita dimakan waktu. Semakin dekat tempat dituju, hanya menunggu waktu. Perbaiki lah amalan kita sesuai dengan sunnah...
Allahul Musta'an
Ref: tafsir Ibnu Katsir

May 9, 2014

Bagaimana sikap sahabat dalam menyikapi 'perselisihan' .

Di antara jasa Utsman bin Affan radiyallahanhu, yang besar dan kebaikan beliau yang agung adalah beliau telah menyatukan kaum Muslimin pada satu qira'ah dan dituliskannya bacaan al-Quran terakhir yang diajarkan oleh Jibril kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada tahun terakhir masa hidup beliau. 

Setelah selesai penulisan mushaf itu, Utsman pun mengumpulkan semua mushaf-mushaf yang beredar di kalangan masyarakat yang berbeda dengan mushaf tersebut lalu membakarnya agar tidak timbul perselisihan. Diceritakan dari Suwaid bin Ghaflah ia berkata, 'Ali bin Abi Thalib berkata, "Wahai hadirin sekelian! Janganlah kalian berlebihan dalam menyikapi Utsman, kalian katakan dia telah membakar mushaf-mushaf. Demi Allah, dia tidak membakarnya melainkan dihadapan sekumpulan sahabat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Jikalau aku yang ditugaskan, tentunya akan aku lakukan sebagaimana yang dia telah lakukan."(1)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa dia mencela ketika mushaf yang ditangannya diambil dan dibakar, dan mengatakan bahwa dia lebih dulu masuk Islam daripada Zaid bin Tsabit, dia pun menyuruh murid-muridnya untuk menyembunyikan mushaf-mushaf mereka dengan membacakan firman Allah Ta'ala;
"Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada Hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dia khianatkannya itu." [QS. Ali Imran :161] 

Mendengar berita ini, Utsman bin Affan radiyallahanhu mengirim sepucuk surat kepada Ibnu Mas'ud mengajaknya supaya mengikuti para sahabat yang telah sepakat atas suatu kemaslahatan serta mengajaknya agar bersatu dan jangan berselisih. Maka Ibnu Mas'ud rujuk dan menyambut ajakan tersebut serta meninggalkan perselisihan. (2) Ibnu Mas'ud pernah berkata, ketika beliau ditanya mengenai suatu permasalahan shalat qasar', "Perselisihan itu jelek." 
**Beginilah sikap para sahabat apabila mereka berbeda pendapat, mereka akan rujuk kepada pendapat yang paling rajih mengikuti nas atau sepekatan semuanya untuk kemaslahatan. Mereka tidak membiarkan perbedaan yang akan lambat laun mencetuskan perselisihan dan pertengkahan, sebab perselisihan bukanlah satu perkara yang baik dan mendapat rahmah.
Wallahul 'alam. 
Petikan dari 'Perjalanan Hidup 4 Khalifah Rasul yang Agung' oleh Ibnu Katsir, terbitan DarulHaq.
(1) al-Hafizh Ibnu Hajar telah menshahihkan sanadnya didalam Fath al-Bari, 9/18.
(2) al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, 9/19, "Udzur Utsman dalam masalah tersebut bahwa dia melakukannya (penulisan mushaf) di Madinah, sementara Abdullah bin Mas'ud berada di Kufah. Utsman tidak menunda tekad tersebut hingga dia mengirim surat kepada Ibnu Mas'ud dan menyuruhnya untuk hadir. Dan maksud Utsman dengan penghapusan mushaf itu adalah agar mushaf yang dikumpulkan pada zaman pemerintahan Abu Bakar menjadi satu mushaf saja. Dan yang menulis mushaf pada masa Abu Bakar ialah Zaid bin Tsabit.

May 8, 2014

4 Hal Haram yang akan dihalalkan.......

Empat hal haram yang Rasulullah pernah mengabarkan akan dihalalkan hal tersebut, maka janganlah kita melakukannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Akan ada segolongan dari umatku nanti yang akan menghalalkan zina, sutra, khamr dan alat-alat musik."  (HR. Bukhari)

@ibrahim_aldwish  - Dr Ibrahim ad Duwaisy, Dosen sunnah nabawiyyah di Universitas Qashim, Kepala Pusat Studi Kemasyarakatan. ... Twit ulama...

Satu mata untuk melihat Surga dan satu mata untuk melihat Neraka

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, maka dia kan bangkitkan dua mata bagi sang hamba. Satu mata untuk melihat surga dan satu mata untuk melihat neraka”
@ahmedk0025 - Syaikh Ahmad Abdul Karim Al Khudhair, Imam dan Khatib Masjid Jami’ Al Muqbil, Riyadh, Saudi Arabia.

Mungkin apa yang kamu benci baik bagi mu

Jangan benci apa yang telah Allah pilihkan untukmu, Musa kecil dilemparkan ke sungai maka kemudian dia diambil oleh keluarga Firaun.
Yusuf pernah dibuang ke dalam sumur, kemudian akhirnya beliau keluar dan bahkan menjadi Bendahara kerajaan Mesir.
“Maka boleh jadi engkau membenci sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya” (an Nisaa: 19)
@d_alshamrani - Dr. Shalih al Syamrani, Dosen Fiqih di Universitas Ummul Qura, Saudi Arabia