Cinta Sunnah...Tegakkan Sunnah!: Hati Yang Diselamatkan

June 10, 2016

Hati Yang Diselamatkan

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata;
Hati yang selamat adalah hati yang pasrah dan menerima perintah Allah, tidak ada penentangan terhadap wahyu Nya.
Ia menerima segala perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dengan penuh keimanan dan ketaatan. Ia berserah diri kepada qadha' dan qadar-Nya, sehingga ia tidak berprasangka buruk, menentang dan marah terhadap segala ketetapan-Nya. Ia berserah diri kepada Tuhannya dengan sepenuh kepatuhan, kerendahan, kehinaan dan kehambaanya. Manakala sesuatu yang tidak jelas ia apakah selari atau bercanggah, ia menghindarinya.
Itulah hati selamat yang terhindar dari azab Allah Subhanahu wa Taala..
Ref: Berbahagialah Allah Maha Pemurah ... (Miftah dar saadah)

No comments:

Post a Comment

Mutiara Salaf

'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu berkata, "Hendaklah kalian memiliki ilmu sebelum ilmu itu diangkat dan dilenyapkan, lenyapnya ilmu dengan diwafatkan orang yang mengajarkannya. Seseorang tidak akan mungkin dilahirkan dalam keadaan berilmu, kerana sesungguhnya ilmu itu didapatkan dengan belajar." (Tahzib Mau'idhah al-Mu'min, hal.16)

"Ilmu bukanlah dengan memperbanyak bicara, akan tetapi ilmu adalah dengan memperbanyak rasa takut."

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, "Berlindung kepada Allah dari fitnah seorang hamba yang bodoh dan fitnah seorang berilmu yang berbuat kejelekan, kerana fitnah keduanya adalah sumber dari segala fitnah." (Imam Al-Baghawi, Syarhu as-Sunnah, 11/318)

"Disebutkan bahwa para ulama ada tiga golongan; 'Orang yang alim tentang Allah dan alim tentang perintah-Nya, orang yang alim tentang Allah akan tetapi tidak alim tentang perintah-Nya, serta orang yang alim tentang perintah Allah tetapi tidak alim tentang-Nya."
Pertama; adalah orang yang takut pada Allah tala serta mengetahui tentang hukum-hukum Allah dan kewajiban-kewajiban-Nya.
Kedua; orang yang takut pada Allah tetapi tidak tahu hukum-hukum dan kewajiban-Nya.
Ketiga; orang yang mengetahui tentang hukum-hukum dan kewajiban-kewajiban, tetapi tidak takut pada Allah Ta'ala. (Lihat tafsir Ibnu Katsir surah Faathir:28)