SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

August 30, 2012

Fenomena Akhir Zaman

Fenomena Akhir Zaman

Oleh Ust Abu Yahya Badrulsalam L.C.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan tentang akhir zaman dan apa yang terjadi di sana, amatlah penting bagi kita untuk mengetahui kejadian-kejadian itu agar kita dapat menyelamatkan diri dan segera menaiki perahu Nuh, karena seorang mukmin sangat khawatir agamanya rusak, maka ia pun lari menyelamatkan agamanya, walaupun ia harus tinggal di lembah-lembah yang jauh.

Lalu apakah kejadian yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar kita mempelajarinya? Di antaranya adalah:

Munculnya fitnah yang bergelombang.

Fitnah yang bergelombang bagaikan gelombang lautan, silih berganti menerpa kehidupan manusia, fitnah ini telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Hudzaifahradliyallahu ‘anhu bercerita,

كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ أَيُّكُمْ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ فَقَالَ قَوْمٌ نَحْنُ سَمِعْنَاهُ فَقَالَ لَعَلَّكُمْ تَعْنُونَ فِتْنَةَ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَجَارِهِ قَالُوا أَجَلْ قَالَ تِلْكَ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَلَكِنْ أَيُّكُمْ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ الَّتِي تَمُوجُ مَوْجَ الْبَحْرِ قَالَ حُذَيْفَةُ فَأَسْكَتَ الْقَوْمُ فَقُلْتُ أَنَا قَالَ أَنْتَ لِلَّهِ أَبُوكَ قَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ

“Kami berada di sisi Umar, lalu ia berkata: “Siapakah diantara kalian yang mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah ?” Mereka menjawab: “Kami mendengarnya”. Ia berkata: “Mungkin yang kalian maksud adalah fitnah seseorang pada keluarga dan tetangganya?” Mereka menjawab: “Ya”. Ia berkata: “Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa dan shadaqah. Akan tetapi siapa diantara kamu yang mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan?” Hudzaifah berkata: “Orang-orang diam, maka aku berkata: “Aku mendengarnya”. Ia berkata: “Engkau, bagus sekali”. Hudzaifah berkata: ” Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Fitnah akan ditampakkan kepada hati seperti tikar seutas demi seutas, hati mana saja yang menerimanya akan diberikan titik hitam dan hati mana saja mengingkarinya akan diberi titik putih, sehingga menjadi dua hati: Hati yang putih bagaikan batu shofa, tidak terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada, dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya”. (HR Muslim).[1]
           
            Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan makna fitnah yang bergelombang itu, katanya: “Adapun fitnah yang umum yaitu fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan yang datang silih berganti, fitnah yang pertama kali terjadi adalah terbunuhnya Utsman bin Affan, kemudian munculnya perpecahan diantara kaum muslimin, sebagian kelompok mengkafirkan kelompok lainnya dan menumpahkan darah saudaranya…”.[2]

            Subhanallah, fitnah ini amat dahsyat karena berasal dari syubhat pemikiran yang merusak atau syahwat ketamakan terhadap kesenangan dunia, sehingga diantara manusia ada yang beriman di pagi hari dan di sore harinya menjadi kafir, ia beriman di sore hari dan di pagi harinya ia menjadi kafir, sebagaimana dalam hadits:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

“Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah yang bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang beriman di waktu pagi dan menjadi kafir di waktu sore, beriman di waktu sore dan menjadi kafir di waktu pagi, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia”. (HR Muslim).[3]

            Al Hasan Al Bashri berkata: “Beriman di waktu pagi” artinya di waktu pagi ia masih mengharamkan darah, harta dan kehormatan saudaranya, namun di waktu sore ia menganggapnya halal”.[4] Ini adalah salah satu contoh yang diberikan oleh imam Al Hasan Al bashri, beliau mengisyaratkan kepada syubhat pemikiran yang amat kuat sehingga ia menganggap halal darah dan harta saudaranya yang sebelumnya ia haramkan. Syahwat ketamakan menjadikan gelap mata dan pikiran, maka ia tidak peduli dengan batasan-batasan Allah dan berusaha menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan berbagai macam cara.

            Seorang mukmin yang hatinya bercahaya dengan iman dan telah merasakan manisnya iman, merasa khawatir agamanya menjadi rusak oleh fitnah yang dahsyat ini, ia berkata: “Inilah yang akan membinasakanku”. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ مُهْلِكَتِي ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ هَذِهِ

“Datang fitnah, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan membinasakanku”. Kemudian fitnah itu pergi, lalu datang lagi fitnah lain, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan membinasakanku…”. (HR Muslim).[5]
            Maka selamatkanlah dirimu wahai hamba Allah ! larilah dengan membawa agamamu ! walaupun engkau harus tinggal di puncak gunung atau di lembah-lembah

يُوشِكَ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنْ الْفِتَنِ

“Hampir-hampir harta seseorang yang paling baik adalah kambing yang ia pelihara di puncak gunung dan lembah, ia lari membawa agamanya dari fitnah”. (HR Bukhari).[6]

            Ibnu Rajab berkata: “Ia lari karena khawatir agamanya akan rusak akibat masuk ke dalam fitnah, karena orang yang masuk dalam fitnah dan ikut berperang merebut tahta tak akan selamat dari dosa, ia akan membunuh orang yang haram darahnya atau mengambil harta dengan tanpa hak atau setidaknya ia membantunya baik dengan perkataan dan sebagainya…”.[7]


Sebab-sebab munculnya fitnah yang bergelombang

            Yang harus kita ingat bahwa munculnya fitnah ini adalah merupakan kehendak kauniyah dari Allah Rabbul ‘alamin, dan dibaliknya ada hikmah-hikmah yang agung diantaranya adalah bahwa Allah ingin menguji sebagian manusia dengan sebagian lainnya, agar diketahui orang yang benar keimanannya dari orang yang binasa, Allah berfirman:

إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Kalaulah Rabbmu menghendaki, Ia akan menjadikan manusia satu umat, namun mereka akan senantiasa berselisih. Kecuali orang yang dirahmati oleh Rabbmu, untuk itulah Allah menciptakan mereka, dan telah sempurna kalimat Rabbmu bahwa sesungguhnya Aku benar-benar akan memenuhi Neraka Jahannam dengan Jin dan manusia semuanya”. (Huud : 119).

Munculnya fitnah ini pasti karena adanya sebab-sebab yang telah Allah kehendaki, diantara sebab itu adalah:

Pertama : Makar musuh islam terhadap kaum muslimin.

            Semenjak munculnya islam yang menerangi pelosok-pelosok negeri, musuh-musuh islam tak pernah diam melakukan makar dan tipu daya terhadap kaum muslimin, makar yang pertama kali mereka lakukan adalah pembunuhan Umar bin Khathab radliyallahu ‘anhu oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lulu’ah semoga Allah melaknatnya. Dengan terbunuhnya Umar pecahlah pintu fitnah dan datanglah gelombang fitnah yang tak pernah berhenti sampai hari ini.

            Di zaman Utsman bin Affan, menyusup musuh islam yang bernama Abdullah bin Saba orang Yahudi yang pura-pura masuk islam, ia melancarkan tipu dayanya dengan cara memprovokasi dan memanas-manasi hati kaum muslimin dengan seruannya yang menipu dibawah kalimat “amar ma’ruf nahi mungkar” seraya berkoar: “Umat ini butuh kepada ishlah, dan kebaikan negeri ini telah hilang dan rusak dan sebab utamanya adalah khalifah Utsman bin Affan, dan tidak mungkin terjadi ishlah kecuali dengan memulai dari kekhilafahan”.[8]

            Maka berkumpullah orang-orang bodoh yang termakan oleh provokasi dan makar busuk orang Yahudi itu di bawah bendera Abdullah bin Saba, mereka mengepung Utsman bin Affan dan terjadilah peristiwa yang memilukan dimana mereka membunuh Utsman dengan amat bengis dan kejam. Dan Abdullah bin Saba terus beraksi dengan meniup api permusuhan sehingga terjadilah perang saudara di antara kaum muslimin, disamping itu ia menyebarkan pemikiran sesat yang mengatakan bahwa Ali adalah orang yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah, bahkan menyatakan bahwa Ali adalah titisan Allah.

            Perpecahan demi perpecahan terus muncul akibat pemikiran yang menyesatkan, munculnya khawarij, syi’ah, murji’ah, qadariyah dan firqah sesat lainnya semakin merobek dan mencabik-cabik kaum muslimin, sebagian mereka mengkafirkan dan menumpahkan darah  sebagian yang lainnya.

            Terlebih di zaman ini, musuh-musuh islam terus menerus merusak negeri-negeri islam baik dengan kekuatan bersenjata atau menguasai perekonomian dan media atau menebarkan pemikiran yang menyesatkan, menuduh islam sebagai agama teroris bahkan melecehkan Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam.

            Kita memohon kepada Allah agar mengagalkan segala makar dan tipu daya mereka, dan menjadikannya senjata makan tuan untuk mereka, sesungguhnya Dia Maha kuat lagi Maha perkasa.

Kedua: Sikap remeh untuk ittiba’ kepada Al Qur’an dan sunnah terutama dalam perselisihan.

            Karena kunci kebinasaan adalah menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hendaklah waspada orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya untuk ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih”. (An Nuur : 63).

            Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maksud ayat itu adalah hendaklah orang yang menyelisihi syari’at Rasul waspada dan takut (untuk ditimpa fitnah) di dalam hati mereka berupa kekafiran, atau kemunafikan atau bid’ah, (atau ditimpa adzab yang pedih) di dunia dengan dibunuh, atau ditegakkan had atau dipenjara dan sebagainya”.[9]

             Ayat ini amat dalam dan tajam, memberitakan kepada kita penyakit yang menimpa umat ini dan sebab-sebabnya, yang terbesar adalah menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika umat ini menyelisihi Rasul datanglah bencana besar berupa fitnah yang bergelombang, kaum muslimin pun terpecah belah karena lebih berbangga kepada ra’yunya dan hawa nafsu kelompoknya, masing-masing kelompok mempunyai tokoh dan fanatisan yang siap membela kelompok atau pemimpinnya bila diusik atau dikeritik. Benar apa yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah banyak bertanya dan menyelisihi Nabi mereka”. (HR Bukhari dan Muslim).[10]

Ketiga: Munculnya maksiat dan ditinggalkannya amar ma’ruf dan nahi munkar.

            Tersebarnya kesyirikan, bid’ah, khurafat, dan maksiat adalah musibah yang melanda kaum muslimin, sampai-sampai kesyirikan dianggap tauhid dan tauhid dianggap syirik, sunnah dianggap bid’ah dan yang ma’ruf dianggap sebagai kemungkaran, disamping itu kaum muslimin disibukkan dengan urusan duniawi dan mengikuti hawa nafsu dan syahwat. Cinta dunia membuat mereka mabuk dan tak perduli dengan agama Allah sehingga mereka tak mau bahkan enggan untuk membela agama-Nya, akhirnya kehinaanlah yang menguasai mereka.

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kamu berjual beli dengan cara riba, mengambil ekor sapi, rela dengan tanaman dan meninggalkan jihad (membela agama)[11], Allah akan kuasakan kehinaan kepadamu dan Dia tidak akan mencabutnya sampai kamu kembali kepada agamamu (yang benar)”. (HR Abu Dawud dan lainnya).[12]

            Di sisi lain, para pemuka agama banyak yang diam seribu bahasa, bahkan menyembunyikan kebenaran karena mengharapkan suara dan sedikit dari kesenangan dunia, sehingga gelombang fitnah semakin dahsyat, dan bencana datang bertubi-tubi karena ulah perbuatan manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي ثُمَّ يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا إِلَّا يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ

“Tidaklah maksiat dilakukan pada suatu kaum, tetapi mereka tidak mengingkarinya padahal mereka mampu merubahnya kecuali Allah akan meratakan adzab kepada mereka”. (HR Abu Dawud dan lainnya).[13]

Keadaan ini membuat panas hati orang-orang yang masih ada padanya secercah cahaya iman, mereka pun bangkit dengan semangat yang membara, namun sayang semangat yang tidak di dampingi oleh ilmu dan ulama, yang ada hanya semangat membabi buta, hingga islam semakin terkesan keras dan arogan. Kita hanya bisa mengerutkan dahi dan berkata kepada mereka: “Terima kasih untuk kalian wahai pemuda islam, semoga Allah memberikan pahala atas niatmu yang baik dan kecemburuanmu terhadap islam, bekalilah dirimu dengan ilmu dan cintailah para ulama, mintalah nasehat kepada mereka sebelum melakukan aksi, agar perjuanganmu di berkahi oleh Allah dan tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar…”.

Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Sumber: www.cintasunnah.com


[1] Muslim 1/128 no 144.
[2] Ibnu Rajab, fathul bari 3/36 tahqiq Abu Mu’adz Thariq bin ‘Audlullah bin Muhamad.
[3] Muslim 1/110 no 118.
[4] Al Baghawi, syarhussunnah 15/15 tahqiq Syu’aib Al Arnauth.
[5] Muslim 3/1472 no 1844.
[6] Bukhari no 19.
[7] Ibnu Rajab, Fathul bari 1/100.
[8] Muhamad Al ‘Aqil, Al Fitnah hal 47.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziem 5/435 tahqiq Hani Al Haj.
[10] Bukhari no 7288 dan Muslim 2/975 no 1337.
[11] Artinya lebih mencintai dunia dan tidak mau membela agama Allah.
[12] Abu Dawud no 3462 dari jalan Haywah bin Syuraih dari Ishaq Abu Abdirrahman Al Khurrasani dari ‘Atha Al Khurrasani dari Nafi’ dari ibnu Umar. Qultu: “Sanad hadits ini lemah karena Ishaq bin Asid Abu Abdirrahman adalah perawi yang lemah demikian pula ‘Atha Al Khurrasani. Namun imam Ahmad no 4593 meriwayatkan dari jalan Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Atha’ bin Abi Rabah dari ibnu Umar. Qultu: “Sanad ini shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah hadits shahih no 11.
[13] Abu Dawud no 4338 dari jalan Husyaim dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Bakar Ash Shiddiq. Qultu: “Sanad hadits ini shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah hadits shahih no 3353.

August 29, 2012

Sebuah Renungan....

Sebuah Renungan...setelah Ramadhan

Kerinduan kerap keras mengganggu dalam hati ketika yang dirindukan masih jauh dari kenyataan. Setelah bertemu, semuanya menjadi begitu biasa. Segala rencana yang disusun, mentah seketika. Kita pun goyah untuk melangkah. Selanjutnya, putus asa menjadi begitu akrab menghiasi hari-hari berikutnya. Adakah kita sempat merenungkan hal ini?

Begitulah yang terjadi dengan bulan Ramadhan. Program yang jauh-jauh hari telah disusun, kadang tidak menjadi kenyataan setelah memasuki bulan mulia ini. Semuanya akibat kelemahan diri (al-‘ajz) dan iman. Ya, kelemahan yang telah meluluhlantakkan integritas diri lalu mencampakkannya ke sudut-sudut penyesalan yang tidak lagi berguna. Ditingkahi lagi oleh kemalasan yang membuat waktu berlalu percuma. Padahal, waktu adalah diri kita. Setiap detik yang berlalu, ibarat perginya setiap serpih dari tubuh kita. Dengan bijak, Rasulullah صلى الله عليه و سلم mengajarkan kepada umatnya sebuah doa, “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan diri dan kemalasan.”

Tuntunan Islam adalah selalu memperhatikan waktu yang ada saat ini, bukan kemarin atau esok. Seorang alim pernah menasihati, “Yang lalu telah luput dan yang akan terjadi tidak kita ketahui. Yang tersisa hanyalah waktu di mana saat ini Anda berada.” Sikap inilah yang menjadi ruh generasi awal Islam yang dijuluki sebagai generasi terbaik. Tak hairan jika evaluasi diri terus mereka lakukan setiap saat, tanpa sekat jam atau hari. Tidak ada kata menunda (taswif) dalam kamus mereka. Yang ada hanyalah berbuat, berbuat dan terus berbuat, lalu biarlah Allah, RasulNya dan orang-orang beriman yang menilai hasilnya. 

وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُون 
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu (QS At-Taubah:105)

Pada titik ini, kita lalu bertanya di mana letak jeda dan rehat. Bagi seorang mukmin, jeda atau rehat sebentar hanyalah sekadar sejenak perpindahan antara kebaikan menuju kebaikan lain (QS. Alam Nasyrah: 7) Bukan mengisi kelowongan dengan kelalaian  yang sering tak berpangkal. Apa jadinya jika kebaikan yang telah dilakukan susah payah terhapus oleh keburukan yang datang menyusul.

Umat Islam generasi pertama juga meyakini bahwa kemaksiatanlah yang membuat keimanan mereka merosot. Betapa banyak orang yang memahami, kemaksiatan hanya sebatas dosa-dosa besar, lalu melupakan bahwa  menghina orang, menyalahi janji, ghibah, melelapkan diri hingga lalai dari solat subuh, merupakan halangan untuk menaikkan skala keimanan kita. Mengkambing hitamkan waktu, kesibukan, atau kejenuhan yang mendera bukanlah tindakan bijak. Sebab, setelah jiwa puas dengan dalih sesat ini, mulailah syaitan melunakkan hati kita untuk merasa puas dan menerima amal soleh kita yang sedikit.

Masih ada waktu untuk merubah diri, insya Allah. hanya perlu sedikit ketegasan,kesungguhan, ketabahan dan keyakinan untuk berbuat, di samping kesinambungan optimisme untuk mengusung perubahan diri dan menerjemahkannya dalam bentuk kongkrit. Akhirnya, apa yang kita upayakan di bulan Ramadhan ini, hanyalah ibarat sebuah ‘koma’, bukan ‘titik’. Sekadar jeda antara dan bukan akhir prestasi. Ketika kita memahami sebuah prestasi amal sebagai ‘titik’, sesungguhnya saat itu kita sedang melepas ‘ruh keberkesanan’ dari hidup kita. Untuk itu, ingatlah ‘koma’ dan lupakanlah ‘titik’. Setidaknya saat ini. Wallahu al-Muwaffiq.

Ramadhan telah berakhir, namun amalan di bulan Ramadhan belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir……… لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ mudah-mudahan kamu bertaqwa, itulah kemuncak kemenangan orang yang berpuasa.

Masih ada lagi puasa-puasa sunnah yang menanti, Masih ada lagi solat-solat sunnah, Masih ada qiyamulail, tahajjud, witir, Masih ada infaq dan sedekah, Masih ada zikir dan tilawah al-Qur’an, sehingga seorang itu bertemu dengan kematian, 
“ وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) (QS Al-Hijr: 99). 

Ramadhan adalah bulan madrasah menjana amal dan istiqamah. Sebagai persiapan ruhiyyah menghadapi sebelas bulan yang mendatang. Semuga Allah meneguhkan hati kita di atas agamaNya dan mengurniakan kita istiqamah melaksanakan perintahNya, ameen.Wallahu al-Musta’an. [MN Ridwan]
[Sibili- Renungan Ramadhan, dengan sedikit perubahan dan penambahan-nbi] 11 Syawal 1433

http://semarak-ramadhan.blogspot.com/2010/07/masih-koma-belum-titik.html

August 28, 2012

What happens after Ramadhan?

We have bid farewell to an honorable month. Allah Almighty has made easy for us to fast its days and prayed through the nights while satan being chained. Many good deeds we done during this great sesaon, recitation of the Qur’an, increased supplications, giviving alms to poor, charity. InshaAllah we got nearer to Him through performing those supplementary acts, hoping for His rewards while fearing His punishment.
Many nights hands were raised and tears trickling with hope and fear and anticipation may our sins be forgiven and deeds be accepted and emancipation from Hellfire.

This blessed month has passed along with its blessings and benefits, a witness either for our good deeds or against us.  The bubbles of Eid celebration has subside, it is time to open our account book and look for signs are we the winners or losers after Ramadhan.

The one whose condition is better after Ramadhan than before will continue to performing good deeds.

On the other hand, the one whose condition after Ramadhan is the same as before even if he get closer to Allah in Ramadhan, he will return to his original habit and abandon the good deeds done during this month.
He will not guard his hearing, vision, speech from prohibited matters.

The misunderstanding of some Muslim that they only perform good deeds in Ramadhan and when the month is over, their obligation for this sacred month is also over. We seek refuge with Allah subhanawa taala from going astray after guidance, Allah says, “ And be not like her who undo the thread which she has sewn, after it has become strong. ( Surah An-Nahl 16:92 )

Someone of the ancestors was asked about those people who perform acts of worship only during Ramadhan and abandon them after that. He answered, “ What bad people they are! They do not know Allah except in Ramadhan.”

Quoting a great imam from Masjidil Haram, during one of his khutbah,

“O slaves of Allah! Fear Allah. O you who performed good deeds in Ramadan, how can you leave them after the month passed!

Did you forget that the God of all months is One and that He is the Watcher and the Observer on your deeds and conditions.

O you who turned to your Lord in Ramadan, how can you forget Him after it?

O you who knew that the prayer is obligatory in its due fixed times and in congregation in the mosques, how do you ignore this after Ramadan?

O you who knew that Allah forbade committing sins, how could you turn again to it?

O you who embarked on reciting the Holy Quran, how did you abandon it?

Abu Huraira and his companions used to sit at the masjid whenever they are fasting and they used to say, “ We do this to purify our fasting.”  How far are those who sit in front of the TV watching programes after programes, or in the assemblies of worthless activities. 

Those who quit performing righteous deeds and bid farewell to Ramadhan, fear Allah Almighty because life is short and defined. Do not let yourselves indulge in heedlessness. We see many Muslims led astray by the waves of entertainment and activities that are not beneficial, following the lifestyle of the kuffars.  Do not submit to the temptation of Satan and his followers, who make unlawful things look good attractive.

Have not we realised what calamities has afflicted on the Muslims. It is the result of the misunderstanding of the rulings of our religion that create disunity.  Each group has their own interpretation of how one should practised Islam. Islam is simple but made complicated by acts of worship that is not from the sunnah of the Prophet.  

One of the cure for this dilemma is to go back onto the path threaded by our Prophet, shallalahualaihi wassalam, and his companions holding tight to the teachings from Al-Qur’an and his Sunnah…..





August 26, 2012

Ilmu dan Iman

Sebaik-baik karya yang dihasilkan oleh jiwa, dicapai oleh hati dan karenanya seorang hamba memperoleh kemuliaan didunia dan akhirat adalah "ilmu dan iman."
Oleh kerana itu Allah subhana wataala menyatukan keduanya dalam firman-Nya:

" Dan berkata orang orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan kepada orang-orang kafir: "Sesungguhnya kamu telah berdiam dalam kubur menurut ketetapan Allah sampai hari kebangkitan."  (QS. Ar-Rum: 56)

"Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." ( QS Al-Mujadilah : 11)

Orang-orang yang beriman dan berilmu, mereka itulah ringkasan dan inti dari seluruh makhluk dan berhak berada pada derajat yang tinggi.

Sayangnya, kebanyakan Muslimin keliru dalam mengartikan hakikat ilmu dan iman yang dengan keduanya kebahagiaan dan kemuliaan dapat diraih. Masing-masing kelompok mengira, bahwa apa yang ada pada mereka adalah yang menjadi jembatan menuju kebahgiaan. Padahal kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang mengangkat derjat dan ilmu yang dapat menyelamatkan diri mereka, bahkan mereka telah menutup dari diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang dibawa Rasul dan diserukan kepada umat manusia, dan di ikuti oleh para sahabat dan tabi'in.

Setiap kelompok dari Muslimin berkeyakinan, bahwa ilmu adalah apa yang ada padanya dan yang mereka banggakan:

"Kemudian mereka (pengikut pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka. " (QS. Al-Mu'minun : 53)

Apa yang ada pada mereka kebanyakan adalah pendapat dan pemikiran, padahal yang disebut ilmu adalah apa yang berada di balik perkataan, seperti yang dikatakan oleh Hammad ibn Zaid: " Saya katakan kepada Ayyub: "Apakah ilmu pengetahuan lebih banyak pada saat ini atau waktu dulu?" Dia menjawab. " Perkataan (ilmu kalam) pada saat ini lebih banyak, tetapi ilmu pada masa lalu lebih banyak. "

Ayyub membezakan antara ilmu dan kalam (perkataan) . Buku dan kitab pada saat ini banyak sekali dan pendapat pendapat, perdebatan serta pemikiran-pemikiran sangat beragam, namun itu semua bukan ilmu namanya. Ilmu adalah apa yang dibawa oleh Rasul dari Allah subhanawataala, seperti yang difirmankan-Nya:

"Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu." (QS Ali Imran:61)

" Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya." (QS. An-Nisa' :166)

Ketika zaman telah jauh dari Nabi, banyak manusia yang menganggap angan-angan yang ada dalam fikiran, hal-hal yang tersebit dalam hati dan pendapat-pendapat yang ada adalah ilmu. Kemudian mereka menulis buku-buku yang menjadikan jiwa resah, zaman kacau balau dan hati menjadi padam. Bahkan orang secara terang terangan mengatakan, bahwa dalam al-Quran dan Sunnah tidak ada ilmu dan dalil-dalilnya hanyalah sekedar nash yang tertulis saja, tidak dapat menghasilkan keyakinan dan ilmu. Setan telah meneriakkan kata kata ini dalam diri mereka, sehingga yang dekat memberitahukan kepada yang jauh dan hati mereka terlepas dari ilmu dan iman bagaikan terlepasnya seekor ular dari kulitnya dan baju dari pemakainya.....

Kutipan dari Mata Air Hikmah Ibnu Qayyim...

Penjara Terbatas

Orang yang menginginkan Allah subhana wataala dan hari akhir tidak akan lurus perjalanannya, kecuali dengan dua penjara.

Penjara pertama, memenjarakan hatinya hanya untuk menginginkan Nya.

Penjara kedua, memenjarakanhati untuk tidak berpaling kepada selain-Nya, memenjarakan lidah untuk tidak berbicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat, memenjarakan diri untuk sentiasa berzikir kepada Allah agar keimanan dan pengetahuan (makrifat) nya semakin bertambah, memenjarakan anggota badannya agar tidak melakukan maksiat dan mengumbar hawa nafsu dan memenjarakannya untuk menjalankan kewajiban dan hal-hal yang disunnahkan.

Kerana itu seorang hamba tidak melepaskan diri dari penjara hingga dia bertemu dengan Allah, lalu Dia melepaskannya dari penjara menuju halaman yang luas dan paling indah.

Jika hamba tidak sabar menghadapi dua penjara itu, lalu melarikan diri untuk mengikuti rayuan hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, hal itu menyebabkan dia ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara yang mengerikan ketika dia meninggal dunia.

Setiap orang yang keluar dari dunia ada kalanya melepaskan diri dari penjara dan ada kalanya justru masuk penjara.

Dikutip dari kitab Al-Fawaid  ..
Mata Air Hikmah Ibnu al-Qayyim

Tradisi dan Adat dapat Menjauhkan Manusia dari Syariat

Adat istiadat dan tradisi sesuatu kelompok masharakat dapat mengalahkan shariat dalam praktiknya. Mereka merasa tidak senang jika melanggar adat, namun merasa aman saat melanggar shariat. Jika ada adat yang bersesuaian dengan shariat, mereka mengambilnya namun jika shariat itu bertentangan dengan adat, mereka akan meniggalkannya.

Berapa ramai orang kita lihat sehari-hari begitu baik, dalam berjual beli misalnya, namun tatkala ada peluang terbuka untuk melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan shariat, mereka lakukan hal itu tanpa menoleh lagi ke kiri dan ke kanan, tanpa memandang para ulama, dan bahkan melakukan penafsiran yang melegalkan perbuatannya.

Ada yang sedar bahawa sesuatu amalan itu bertentangan dengan shariat, tetapi oleh kerana itu sudah menjadi satu tradisi nenek moyang , mereka meneruskannya dengan alasan, untuk kemaslahatan umat.

Marilah kita memohon kepada Allah subhanawataala, semoga taufik-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua dan semoga kita selalu berjalan sesuai dengan shariat-Nya dan mampu mengalahkan hawa nafsu kita. Ameen, Ya Rabbil Alamin..

Orang yang cerdas, menfaatkan waktu.


Wajib bagi manusia untuk mengetahui betapa mulia dan berharganya waktu, agar ia tidak menyia-nyiakan setiap detik waktunya kecuali untuk dekat dengan Rabbnya dan selalu menyajikan yang terbaik dari kata dan perbuatannya. Hendaknya  niatnya selalu tegak untuk melalukan segala kebaikan, tanpa harus terganggu oleh lemahnya badan untuk tidak melakukan yang demikian. 

Ulama ulama dahulu selalu memburu waktu-waktunya. Di ceritakan oleh Amir bin Abdi Qais bahwa seorang berkata kepadanya, " Mari kita berbual bual sebentar!" , lalu dijawabnya, "Aku mau berbual bual jika engkau dapat menghentikan matahari dari peredarannya."


Beberapa orang menemui salah seorang salaf menjelang kematiannya, disaat ia sedang melakukan shalat. Orang-orang itu kemudian mengajaknya berbicara. Ia berkata, " Ini adalah saatnya lembaran amalanku ditutup."

Jika seorang sadar bahwa kematian akan memotong seluruh usaha dan amalnya, ia akan sentiasa beramal dan bekerja dimasa hidupnya untuk memperoleh pahala dan ganjaran yang abadi. Ia akan berusaha membuat amal jariah sebanyaknya dengan harta yang di tangannya.  Ia juga akan menulis buku yang dapat dibaca oleh setiap orang setelahnya dan senantiasa beramal dengan pelbagai kebaikan. Dari karya karyanya, banyak orang yang mengikuti jejak amalnya. Itulah manusia manusia yang tidak pernah mati. Betapa banyaknya manusia yang mati, namun pada hakekatnya mereka maseh hidup.

Jangan Menyia-nyiakan Waktu

Kita lihat banyak sekali manusia yang mempergunakan waktu untuk hal-hal yang sangat tidak berguna. Malam yang begitu panjang mereka gunakan untuk membicarakan hal-hal yang sangat tidak berguna atau membaca tulisan-tulisan yang tidak ada nilainya. Di zaman para tabi'in mereka menjangka berbual sepanjang malam dikira membuang waktu, bagaimana kita di zaman ini, berapa ramai orang yang menghabiskan malamnya dengan menonton TV. Kita lebih maklum ranchangan yang disediakan oleh saluran media masa sekarang ini sangat jauh dari amar ma'aruf nahi mungkar. Anak anak kita terjebak oleh masalah sosial kadang kala oleh sebab pengaruh rancangan yang banyak berunsur hiburan dan drama yang memaparkan pergaulan bebas.

Imam Ibnu Al Jauziy dalam kitabnya Shaidul Khathir  berkata, " Saya memandang mereka seperti orang orang yang sedang berbincang-bincang diatas perahu, sedangkan perahu yang mereka tumpangi menyeret mereka entah ke mana, namun hal itu tidak di sadari. Jarang sekali orang yang saya lihat paham akan makna kehidupan ini dan mempersiapkan bekal untuk menjalani perjalananabadi. Keadaan menusia berbeza-beza. perbezaan terjadi akibat perbezaan taraf ilmu dan wawasan yang mereka miliki."

Diantara manusia, orang orang yang memiliki kesadaran akan makna hidup selalu mencari tahu dan memperbanyakkan bekal untuk perjalanannya yang abadi, hingga mereka memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Adapun yang lalai, mereka membawa bekal sekadarnya, atau mungkin keluar dari negerinya tanpa satu tempat bekal apapun. Alangkah ramainya orang-orang yang berjalan dan telah melalui jalan yang panjang, namun tetap tidak beroleh bekal apa-apa.

Oleh sebab itu, pergunakanlah setiap detik umur kita dan bersegeralah sebelum kesempatan itu lenyap. Carilah ilmu, carilah hikmah, berlumbalah dengan waktu, lawanlah nafsu dan carilah bekal sebanyak-banyaknya. tatkala semuanya telah terlambat, tak akan berguna lagi penyesalan bagi kita.






August 25, 2012

Khutbah Bulan Syawal

Oleh Syeikh Muhammad bin Sholih bin Utsaimin. Dari buku Kumpulan Khutbah Pilihan. 

Kaum Muslimin! Dulu anda semua selalu menanti-nanti kedatangan bulan Ramadhan, sekarang bulan Ramadhan telah datang dan segera meninggalkan anda. Demikianlah segala yang datang, pasti akan pergi dan meninggalkan seorang hamba, hingga ia mati. 

Kaum Muslimin! Anda semua telah melaksanakan amalan-amalan di bulan Ramadhan, sebagaimana yang Allah kehendaki. Barangsiapa di antara anda telah melaksanakan amal kebaikan, maka hendaklah ia bergembira dengan penerimaan Allah. Kerana Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beramal baik. Adapun barangsiapa di antara anda yang melakukan amal buruk, hendaklah bertaubat kepada Allah, kerana permohonan ampun selagi dilakukan sebelum kematian, merupakan sesuatu yang dapat diterima. Dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.

Kaum Muslimin! Sekalipun bulan puasa berakhir, tetapi masa untuk beramal tidak berakhir kecuali dengan datangnya kematian. Sekalipun hari-hari puasa di bulan Ramadhan telah berlalu, tetapi puasa masih tetap disyariatkan setiap waktu. Dan segala puji hanyalah milik Allah subhanallahu wa ta'ala. Rasulullah sallahualaihi wassalam telah mensunnahkan puasa pada hari Senin dan Khamis. 

Beliau bersabda:
"Sesungguhnya amalan-amalan itu dihadapkan kepada Allah Ta'ala pada kedua hari itu, maka aku ingin amalku dihadapkan kepada Allah sedangkan pada sa'at itu aku berpuasa." 

Beliau juga berpesan kepada Abu Hurairah agar berpuasa tiga hari setiap bulan. 

Beliau bersabda:
"Puasa tiga hari setiap bulan sama dengan puasa satu tahun penuh."

Beliau memerintahkan puasa tiga hari itu dilaksanakan pada hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14 dan 15. Siapa yang biasa melaksanakan puasa tiga hari itu, makan itu lebih utama. Jika tidak boleh, maka tidak mengapa melaksanakannya pada hari-hari lain. 

Jika qiyamur Ramadhan (terawih) telah berakhir, maka qiyamullail (solat malam) masih disyariatkan di setiap malam dalam setahun. Dan segala puji hanyalah bagi Allah. Telah diriwayatkan shahih dari Nabi sallahualaihi wassalam bahawa Allah subhanallahu wa ta'ala turun ke langit dunia setiap malam, ketika waktu tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman:

"Siapakah yang berdoa kepadaKu nescaya Kukabulkan? Siapakah yang meminta kepadaKu, nescaya Kuberi, dan siapakan yang meminta ampun kepadaKu, nescaya Kuampuni?"

Wahai hamba-hamba Allah! Bertaqwalah kepada Allah dan bersegeralah melaksanakan amal shalih selagi anda masih dikaruniai usia. Buktikan ucapan dengan perbuatan! Manfaatkanlah waktu yang anda miliki untuk melaksanakan amal shalil kerana usia yang sesungguhnya adalah waktu-waktu yang dilewati oleh seorang hamba dengan ketaatan kepada Allah. Adapun selain waktu-waktu itu, maka merupakan waktu yang hilang percuma. 

Kaum Muslimin! Allah telah memudahkan jalan-jalan kebaikan untuk anda dan membuka pintu-pintu kebaikan itu, menyeru anda untuk memasukinya, serta menjelaskan pahalanya kepada anda. Solat lima waktu merupakan rukun Islam yang palin ditekankan setelah tauhid. Solat ini lima kali dalam perlaksanaan, tetapi dihitung lima puluh kebajikan dalam timbangan. Ia dilaksanakan terpisah-pisah pada waktu-waktu yang sesuai, agar tidak terjadi kebosanan dan kemalasan, serta agar masing-masing dari waktu tersebut mendapat jatah perlaksanaan solat. Maka Maha Suci Allah Yang Maha Bijaksana dan Yang Maha Membalas. 

Solat sunnah rawatib jumlahnya duabelas rakaat. Empat rakaat sebelum Zuhur, dengan dua salam, dua rakaat sesudah Zuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dan dua rakaat sesudah Isya', dan dua rakaat sebelum solat Subuh. Barangsiapa yang melaksanakan solat sunnah rawatib ini, maka Allah akan membangunkan satu rumah di syurga untuknya. 

Solat witir merupakan Sunnah Rasulullah sallalahualaihi wassalam, berdasarkan sabda mahupun perbuatan beliau. Beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah itu witir dan mencintai witir."

Solat witir paling sedikit satu rakaat dan paling banyak sebelas rakaat. Waktu perlaksanaannya sejak selesai solat Isya' hingga terbitnya Fajar. Is merupakan solat sunnah mu'akkad, dan tidak seyogianya ditinggalkan. Bahkan, sebahagian ulama' mengatakan bahwa solat witir merupakan kewajiban. Imam Ahmad berkata,"Barangsiapa yang meninggalkan solat witir, maka ia adalah laki-laki buruk. Tidak patut kesaksianyya diterima."

Ada pula dzikir-dzikir yang dibaca setelah solat fardhu. Barangsiapa yang membaca tasbih setelah selesai solat tigapuluh tiga kali, tahmid tigapuluh tiga kali dan takbir tigapuluh tiga kali, semua itu berjumlah sembilanpuluh sembilan dan sebagai penyempurna menjadi seratus dengan mengucapkan "La illahu wahdahu la syarika lah, lahu 'lmulku wa lahu 'l-hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qodir", maka dosa-dosanya diampuni, sekalipun seperti buih di lautan.

Ada pula wudhu. Barangsiapa yang berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya, kemudia berdoa "Asyhadu allah ilaha illallahu wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rosuluh, Allahummaja'lni mina 't-tawwabiina waja'lni mina 'l mutathohhirin", maka dibukakan untuknya delapan pintu syurga, ia bisa memasukinya dari pintu mana saja yang ia kehendaki.

Demikian juga menafkahkan harta. Jika seseorang menafkahkan hartanya untuk mencari ridha Allah, maka ia akan mendapat pahalanya, sekalipun nafkah itu untuk dirinya sendiri, keluarganya atau anaknya. Sungguh, Allah meridhai hamba-Nya yang memakan  sesuap makanan lantas memuji Allah kerananya dan meminum seteguk mminuman lantas memuji-Nya kerananya. Orang yang menyantuni janda dan orang miskin seperti mujahid di jalan Allah atau seperti orang yang berpuasa tanpa disela hari berbuka, atau seperti melaksanakan solat setiap malam tanpa henti. Orang yang menyantuni mereka adalah yang berupaya mencarikan rezeki dan memenuhi keperluan mereka. Tidak diragukan lagi bahwa keluarga anda yang tidak dapat menafkahi dirinya sendiri seperti anak-anak yang masih kecil dan lain-lain, termasuk orang miskin. Maka, siapa yang menyantuni mereka ibarat mujahid yang berjihad di jalan Allah. 

Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya jalan-jalan kebaikan itu banyak sekali. Lalu, dimanakah orang-orang yang menempuh jalan itu? Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan terbuka, lalu dimanakan orang-orang yang memasukinya? Sesungguhnya kebenaran itu jelas, tidak ada yang menyimpang darinya selain orang-orang yang binasa.

Beramal ikut syari atau tradisi?

Menjelang wafatnya Abu Thalib, Nabi shallallhualaihi wassalam, mendatanginya, dimana waktu itu di sisinya terdapat Abu Jahal bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Lalu Rasullulah shallallhualaihi wassalam bersabda;
 
"Wahai paman, ucapkanlah: 'Laa Ilaaha Illallaah' satu kalimat yang aku jadikan dalil untukmu di sisinya Allah."
 
Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: "Hai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai tradisi' Abdul Muthalib?" 


Akan tetapi Rasulullah shallalahualaihi wassalam terus-menerus mengucapkan hal tersebut dan kedua orang itu pun terus mengulang perkataannya hingga pada akhirnya yang dikatakan Abu Thalib tetap berada di dalam tradisi 'Abdul Muthalib dan menolak untuk mengucapkan "Laa Ilaaha Illallaah."  


Berkenaan Abu Thalib, di turunkan ayat;
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasehi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang di kehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mahu menerima petunjuk." Al-Qashash:28:56 ( Tafsir Ibnu Katsir)


Pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa ini, adalah, petunjuk hanya datang dari Allah subhanawataala, tugas kita menyampaikan.
Dan juga segala macam ibadah harus ittiba' ikut apa yang diajarkan oleh Nabi kita, shallalahualaihi wassalam bukan ikut amalan " tradisi" yang turun menurun dari datuk moyang kita. Walaupun ramai yang melakukannya, itu tidak bererti cara ibadah itu betul.


Ibadah bukan ikut tradisi tetapi ikut apa yang sudah di syari'atkan tanpa ada penambahan atau pengurangan....

August 20, 2012

Pesan Ramadhan Untuk Kaum Muslimin


Oleh Ustaz Firanda Andirja, MA


Seakan-akan aku melihat ramadhan…, lalu kusapa ia, “Hendak kemana dikau?”
Dengan lembut ia seakan-akan berkata, “Aku harus pergi, mungkin jauh dan sangat lama.Tolong sampaikan pesanku untuk setiap muslim : Sesungguhnya syawaal telah tiba, salam dan terima kasihku untuknya karena telah menyambutku dengan suka cita. Aku tidak tahu apakah tahun depan ia masih bisa menyambutku lagi atau tidak??
Jika tahun depan ia masih bisa menyambutku lagi maka aku berharap ia bisa menyambutku dengan lebih baik lagi, dengan penuh tilawah dan sholat malam.
Aku sangat sedih jika mengingat penyambutannya yang kurang berkenan di hatiku. masih terlalu banyak canda, perkataan yang sia-sia serta waktu-waktu yang terbuang tanpa arti...padahal ia tahu bahwa jika ia menyambutku dengan baik maka tentu aku akan menyambutnya dengan lebih baik lagi kelak di pintu Ar-Royyaan….
Akan tetapi semua sudah berlalu dan sudah terlanjur. Semoga setetes air mata yang pernah berlinang dari kedua matanya karena takut tidak bisa menyambutku dengan baik akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya dan menyempurnakan kekurangan-kekurangannya.
Sampaikan pula kepadanya bahwa bukanlah lebaran yang hakiki adalah dengan hanya memakai baju baru, akan tetapi lebaran yang hakiki adalah bergembira dengan keimanan dan semangat baru dalam beribadah. Janganlah sepeninggalku ia terjerumus kembali kepada kemaksiatan-kemaksiatan…ingatlah sesungguhnya Tuhan yang ia sembah tatkala ia menjamu kedatanganku…Dialah Tuhan yang juga ia sembah tatkala aku pergi….
Demikianlah pesanku kepadanya, sampaikan salamku kepadanya, semoga ia masih tetap terus merindukan kedatanganku di tahun-tahun mendatang…. sampai ketemu di pintu Ar-Royyaaan….”

August 18, 2012

Yang Merugi Saat Ramadhan Pergi


Oleh Ustaz Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala nikmat-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Ramadhan telah menemani kita sebulan penuh. Tiba saatnya dia pergi. Kita pun harus rela berpisah dengannya. Padahal, di bulan itu banyak kebaikan, rahmat, dan keberkahan yang ditawarkan. Di dalamnya, hamba Allah yang beriman, memiliki kesempatan besar mengejar ketertinggalan pahala pada hari-hari sebelumnya. Ia pun bisa mengubur dosa-dosa dan kesalahannya di hari-hari lalu. Bahkan, ada Lailatul Qadar, di mana satu malam lebih mulia dari seribu bulan. Amal kebaikan di dalamnya nilainya lebih baik daripada amal serupa dikerjakan selama seribu bulan yang tak ada Lailatul Qadar di dalamnya. Subhanallah, anugerah besar bagi kaum mukminin. Namun, ternyata tak semua orang Islam bisa menyukurinya. Juga tak semua bisa sabar menahan diri dari kesibukannya terhadap dunia dan aktifitas dosa-dosa, guna mengisinya dengan meningkatkan ibadah, shaum, shalat, tilawah, sedekah dan lainnya. Sehingga saat Ramadhan pergi ia menjadi manusia yang merugi. Kenapa bisa? Karena ia tak mampu memetik pahala dan memanen ganjaran yang berlimpah. Bahkan kesalahan-kesalahannya tak juga dihapuskan, sedangkan dosa-dosanya belum jua diampuni.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah naik ke atas mimbar. Lalu beliau mengucapkan Amiin sebanyak tiga kali. Sebagian sahabat bertanya, "Engaku mengaminkan apa?" Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan jawabannya, salah satunya:
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
"Amat merugi/hina seseorang yang Ramadhan masuk padanya kemudian Ramadhan pergi sebelum diampuni dosanya." (HR. al-Tirmidzi, Ahmad, al-Baihaqi, al-Thabrani, dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jaami', no. 3510)

Ya, orang yang merugi adalah mereka yang dosanya belum terampuni setelah Ramadhan pergi. Mereka itu yang saat berpuasa, namun tidak bisa meninggalkan berkata dusta, berbuat nista, menyia-nyiakan waktu dan kesempatan serta yang semisalnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه
"Siapa yang tak meninggalkan berkata dan berbuat dusta serta perbuatan bodoh, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. al-Bukhari dan Abu Dawud dengan lafadz miliknya) ini merupakan kinayah/kiasan bahwa Allah tiak menerima puasa semacam itu, sebagaimana yang diutarakan Ibnu Bathal dalam Subulus Salam.

Tanda Sukses Ramadhan

Sesungguhnya orang yang gagal dalam mengarungi Ramadhan adalah mereka yang tak terbangun ketakwaan dalam dirinya. Padahal tujuan dan hikmah utama dari puasa Ramadhan agar agar pelakunya senantiasa bertakwa. Yakni bertakwa saat menjalankan puasa dan takwa itu berlanjut sesudahnya. Oleh sebab itu, kalimat yang digunakan dalam ayat shiyam adalah Fi'il Mudhari', kata kerja yang menunjukkan masa sekarang dan akan datang yang memiliki faidah lil istimrar (untuk sesuatu yang kontinyu). Artinya takwa itu berlanjut dan terjaga hingga sesudah Ramadhan berlalu.

Sesungguhnya balasan terbesar yang diberikan kepada hamba beriman dan beramal shalih adalah Allah memberinya petunjuk untuk mengerjakan amal shalih lainnya. Ini pula yang akan didapatkan orang yang diterima amal puasanya. Keterangan ini kita dapatkan dari balasan sabar, di mana orang yang sabar saat ditimpa musibah, ridha akan ketetapan Allah, dan berharap pahala atas musibah itu, maka Allah akan memberinya petunjuk.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
"Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya." (QS. Al-Thaghabun: 11)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat di atas, "Maksudnya: dan siapa yang ditimpa musibah, lalu ia menyadari itu terjadi dengan qadha' Allah dan qadar-Nya, lalu ia bersabar, berharap pahala, dan menerima dengan lapang terhadap ketetapan Allah itu, maka Allah beri petunjuk kepada hatinya dan memberikan ganti yang lebih baik dari dunia yang luput darinya dengan petunjuk dalam hatinya serta keyakinan yang benar. Boleh jadi, Allah memberi ganti dari apa yang telah diambil-Nya yang lebih baik darinya."

Cukup jelas dari ayat di atas, bersabar menjadi sebab datangnya petunjuk. Dan balasan terbaik dari kesabaran adalah dilimpahkannya petunjuk dari Allah Ta'ala. Sementara shaum dan sabar, ibarat dua mata uang yang tak bisa dipisahkan. Bahkan dalam pelaksanaan shaum terkumpul tiga macam kesabaran, yaitu sabar dalam melaksanakan perintah Allah, sabar dalam meninggalkan larangan-Nya, dan sabar atas musibah yang datang dari-Nya. Dan siapa yang berpuasa Ramadhan dengan benar maka Allah akan senantiasa melimpahkan hidayah kepada-Nya untuk menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan-larangan. Dengan kata lain, Allah akan membantunya untuk bertakwa kepada-Nya. Ini sangat selaras dengan tujuan dan hikmah puasa di atas.

Hidayah Adalah Balasan Terbesar

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman;
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)

Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. Dengan hidayah tersebut, ia bisa memahami ayat-ayat Allah yang kauniyah maupun qur'aniyah. Sementara dalam mengarungi hidup di dunia, ia terbimbing untuk meniti shirathal mustaqim dan komitmen di atasnya. Adapun hidayah yang akan diraihnya di akhirat, negeri pembalasan, ia terbimbing untuk meniti jalan yang menghantarkan ke Jannatun Na'im. Sehingga sempurnalah hidayah yang ia peroleh sebagai balasan dari keimanan yang berpadu dengan amal shalih tadi.

Dalam pelaksanaan shaum Ramadhan juga demikian, Allah panggil hamba-hamba-Nya yang akan dikenakan kewajiban shiyam dengan panggilan iman. Artinya, bahwa keimanan merekalah yang distimulun untuk menjalankan shiyam. Pembenaran mereka kepada Allah dan syariat-Nya yang penuh dengan hikmah dan kebaikan yang bidik agar mendorongnya untuk menegakkan perintah dan menjauhi larangan dalam pelaksanaan shiyam.

Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Hadits tentang amal-amal Ramadhan juga menunjukkan, iman dan hanya berharap pahala kepada Allah semata menjadi syarat untuk mendapatkan pahala besar dan ampunan. Misalnya dalam Shahihain, syarat seseorang mendapatkan pahala berlipat tanpa batas karena ia meninggalkan kesenangan dan makannya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan dalam hadits di Shahihain lainnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

. . . yang merugi sesudah Ramadhan pergi adalah siapa yang gagal dalam melaksanakan ibadah Ramadhan sehingga ia tak mendapat ampunan dosa dan tak mendapatkan hidayah yang membimbingnya untuk lebih baik dan bertakwa. . .

Walhasil, kesuksesan seseorang dalam pelaksanaan shiyam Ramadhan adalah dengan ia mendapatkan hidayah dari Allah untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa. Hamba Allah yang senantiasa dibimbing oleh hidayah Islam, dengan ia dipahamkan akan urusan dien dan diberi taufik untuk menjalankannya. Karena hidayah yang hakiki adalah yang mengandung dua hal ini; Ma'rifatul Haq Wal 'Amal Bihi (mengetahui kebenaran dan mengamalkannya). Oleh karena itu, seseorang yang merugi sesudah Ramadhan pergi adalah siapa yang gagal dalam melaksanakan ibadah Ramadhan sehingga ia tak mendapat ampunan dosa dan tak mendapatkan hidayah yang membimbingnya untuk lebih baik dan bertakwa. Semoga Allah tidak menjadikan kita sebagai bagian dari orang-orang yang merugi saat Ramadhan pergi. [PurWD/voa-islam.com]

Dikutip dari lelaman: http://m.voa-islam.com/news/tsaqofah/2012/08/18/20283/yang-merugi-saat-ramadhan-pergi/

August 8, 2012

Mutiara Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah



10 Hal Yang Tidak Bermanfaat

Ada sepuluh hal yang jika dimilika seseorang, namun akan tidak bermanfaat bila pemiliknya tidak menjaganya.

  1. Ilmu yang tidak diamalkan
  2. Amalan yang tidak ikhlas dan tidak ada contohnya
  3. Harta yang tidak diinfakkan, tidak dini'mati di dunia, tidak juga disimpan untuk kehidupan akhirat
  4. Hati yang kosong dari cinta dan kerinduan kepada Allah
  5. Tubuh yang tidak digunakan untuk ta'at kepada Allah dan mengabdi pada-Nya, serta mencintai-Nya 
  6. Mencintai Allah namun tidak berpegang kepada keredhaan Allah dan mengikuti perintah-Nya
  7. Waktu yang tidak diisi untuk memperbaiki hal yang terlewatkan darinya, serta tidak berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah
  8. Pikiran yang digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat
  9. Membantu orang yang tidak mendekatkan diri kita pada Allah, namun juga tidak mendatangkan kebaikan untuk dunia
  10. Takut serta mengharap kepada orang yang ubun-ubunnya berada dalam genggaman Allah. Dia adalah tawanan yang dikuasai oleh Allah, tidak dapat menghindarkan hal-hal yang membahayakan dari dirinya serta tidak dapat mendatangkan manfaat untuk dirinya, tidak dapat menghidupkan dan mematikan dirinya serta tidak dapat membangkitkan dirinya

Perkara sia-sia yang paling besar dan pokok di antara hal-hal tersebut ialah menyia-nyiakan waktu dan menyia-nyiakan hati. Menyia-nyiakan hati ialah dengan mementingkan dunia daripada akhirat. Sedangkan menyia-nyiakan waktu ialah dengan memanjangkan angan-angan. Akhirnya, berkumpullah semua kerosakan dengan mengikuti hawa nafsu dan selalu berangan-angan. Padahal yang paling baik ialah dengan mengikuti petunjuk Allah serta menyiapkan bekal untuk perjumpaan dengan Allah, hanya Allah lah tempat meminta pertolongan.

Sungguh sangat mengherankan orang-orang yang memiliki keperluan, kemudian dia mengharapkannya dari Allah, namun dia tidak meminta kepada Allah untuk menghidupkan hatinya dari kematian, penyakit jahiliyah serta tetap berkecimpung dalam penyakit shubhat dan shahwat. Bahkan, dia tidak meminta untuk dihidupkan kembali hatinya yang telah mati sudah tidak merasa berdosa lagi ketika bermaksiat kepada Allah. 

Wallahu'alam.

Dikutip dari kitab Al-Fawaqid karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Empat Hal Yang Penting Untuk Di-Perhatikan



Empat hal yang dapat mendatangkan rezeki:

  • Qiyamulail
  • Memperbanyakkan istighfar pada akhir malam
  • Memperbanyakkan sedekah
  • Zikir di pagi dan petang

Empat hal yang menambah keceriaan wajah:

  • Berkelakuan baik
  • Menepati janji
  • Bersifat mulia
  • Bertaqwa

Empat hal yang menguatkan pandangan:

  • Duduk di depan Ka'bah
  • Bercelak ketika hendak tidur
  • Memandang hijau-hijauan
  • Memastikan kebersihan tempat sekeliling

Empat hal yang menambah kecerdasan akal:

  • Meninggalkan perkataan-perkataan yang tidak berguna
  • Bersiwak
  • Bergaul dengan orang-orang salih
  • Berguru pada para ulama'

Empat hal yang merosakkan tubuh:

  • Gelisah
  • Sedih
  • Lapar
  • Bergadang

Empat hal yang mencegah rezeki:

  • Tidur sesudah Subuh
  • Jarang berbuat baik
  • Malas
  • Khianat

Empat hal yang mendapat membuat tubuh sakit:

  • Terlalu banyak berbicara
  • Terlalu banyak tidur
  • Terlalu banyak makan
  • Terlalu banyak berhubungan badan

Dikutip dari kitab At-Tibbun Nabawi karya Ibnu Qayyim


Mutiara Ibn Qayyim Al-Jauziyah

Untaian Nasihat Berharga Kepada Setiap Hamba Yang Ikhlas Kepada Allah dan KitabNya, Sunnah NabiNya

Wahai setiap orang yang menginginkan keselamatan


Dengarkanlah ungkapan dari penasihat yang ingin menolongmu ini


Selalulah engkau berpegang teguh kepada wahyu dalam setiap urusan


Janganlah berpegang kepada perkataan orang-orang


Tolonglah kitab Allah serta Sunnah Nabi-Nya


Yang datang dari Rasul sebagai pembela


Pukullah orang-orang yang malas dengan pedang wahyu


Seperti pukulan seorang mujahid di atas semua jari-jari


Tetap sabarlah kamu di bawah keunggulan petunjuk 


Jika engkau maseh hidup berarti engkau berada dalam redha Allah 


Jadikan selalu Al-Qur'an dan As-Sunnah 


Sebagai senjata andalanmu kemudian masuklah ke Surga


Barangsiapa yang menantang, hendaklah dia mengajukan dirinya 


Barangsiapa yang hendak berlumba, hendaklah muncul kelapangan


Tetaplah dengan sabda Rasulullah dan jangan lah takut


Kerana sedikitnya orang yang membantu Dan menolongmu


Kerana Allah adalah penolong agama dan kitabNya


Allah jualah yang mencukupi hamba-Nya dengan rasa aman


Jangan lah kamu takut dari tipu data dan makar musuh


Perangilah kedustaan dan tuduhan mereka


Tentera pengikut Rasul selalu menyertaimu


Sedangkan tentera mereka adalah tentera-tentera setan


Alangkah jauhnya perbedaan dua tentera itu


Barangsiapa yang maseh bimbang, hendaklah dia melihat dua kelompok itu.


Tetaplah dan perangi mereka di bawah bendera petunjuk


Kepunyaan Allahlah tentera berkuda pilihan


Jangan lah kamu takut dengan jumlah mereka yang banyak


Kerana mereka adalah makhluk yang lemah 


Mereka adalah lalat yang takut dengan lebah



Dikutip dari Kitab Nuniyyati Ibnul Qayyim(Al-Kafiyatus Syaf'iyah) karya Ibnul Qayyim.