SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

December 31, 2013

Tahun Baruan Di Masjid?

Pertanyaan: 
Ada sebagian orang yang mengumpulkan kaum muslimin di malam awal tahun baru Masehi di masjid-masjid. Di sana mereka mabit (menginap), shalat malam secara berjama'ah dan membaca Al Qur'an. Apakah ini amalan yang baik atau terlarang?
Syaikh Ali Ridha Al Madini hafizhahullah menjawab:
Ini termasuk bid'ah yang sesat, tidak boleh melakukannya. Selain itu ini merupakan bentuktasyabbuh (menyerupai) orang Nasrani dalam perayaan mereka.
Sumber: Kang Aswad

December 30, 2013

Enggan Merapatkan Kaki Ketika Shalat

Perlu diketahui, dalam shalat berjama'ah hendaknya kaki kita menempel erat pada kaki orang di sebelah sampai tidak ada celah. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
luruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari balik punggungku” (HR. Al Bukhari 719)
dalam riwayat lain, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik,
Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya” (HR. Al Bukhari 725).
“Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya kalian itu bershaf seperti shafnya para malaikat. Luruskan di antara bahu-bahu kalian, isi (shaf-shaf) yang kosong, lemah lembutlah terhadap tangan-tangan (lengan) saudara kalian dan janganlah kalian menyisakan celah-celah bagi setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambungnya  (dengan rahmat-Nya) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Allah akan memutuskannya (dari rahmat-Nya)”.[HR.Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i. Dishohihkan oleh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (743)]
Namun pernahkah ketika shalat, saudara kita di sebelah enggan merapatkan kakinya dengan kaki kita? Ketika kita coba merapatkan, dia malah bergeser dan menjauh. Apa yang kita lakukan ketika itu? Alhamdulillah kami tanyakan hal ini kepada Syaikh Ali Ridha Al Madinihafizhahullah,
Wahai Syaikh, ketika shalat, kami berusaha menutup celah diantara kaki-kaki. Namun ada orang awam di sebelah kami menolak untuk dirapatkan. Ia terus menjauh setiap kali kami mencoba merapatkan kaki. Apa yang seharusnya kami lakukan?
Syaikh menjawab:
Hendaknya dijelaskan kepada dia setelah shalat dengan cara yang baik dan sesuai dengan yang dipahaminya, katakanlah: "wahai saudaraku, yang sesuai sunnah itu hendaknya kita merapatkan kaki dengan kaki dalam shalat berjama'ah". Jika ia menerima, itu yang diharapkan, jika tidak maka tinggalkan saja.
Adapun dalam keadaan ketika shalat hendak dimulai, jika kita terus mencoba merapatkan dan ia terus menolak, apakah kita diberi udzur untuk shalat dalam keadaan ada sedikit celah antara  kami dengannya? Ataukah kami harus terus mencoba merapatkan sampai ia tidak bisa bergeser lagi?
Syaikh menjawab:
Tidak mengapa anda shalat walaupun ada celah (shaf tidak rapat, pent.) selama kejadiannya adalah ia yang menjauhkan kakinya dari anda. Dosa atas penyelisihan terhadap sunnah ditanggung olehnya.
Sumber: Kang Aswad 
**Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin -rahimahullah- berkata seusai membawakan hadits yang berisi ancaman bagi orang yang tidak meluruskan shaf, “Tanpa ragu lagi, ini merupakan ancaman bagi orang yang tidak meluruskan shaf, karena itulah sebagian ulama berpendapat wajibnya meluruskan shaf. Mereka berdalil untuk hal itu dengan adanya perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- terhadap hal itu serta ancaman beliau karena penyelisihannya. Sesuatu yang telah datang perintah tentangnya dan juga ancaman karena menyelisihinya, ini tak mungkin dikatakan sunnah saja! Oleh karena itulah, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah wajibnya meluruskan shaf, dan bahwa jama’ah jika tidak meluruskan shaf, maka mereka berdosa”.** [Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al-Mustaqni’ (3/11) karya Al-‘Utsaimin, cet. Mu’assasah Aasam] ....penambahan ..
Syaikh Muhammad Nashir Al-Albany -rahimahullah- berkata ; Pelurusan shaf tersebut adalah dengan cara menempelkan bahu dengan bahu dan tepi kaki dengan kaki, karena inilah yang dilakukan oleh para shahabat -radhiallahu ‘anhum- ketika mereka diperintahkan menegakkan shaf. Di antara perkara yang disesalkan, sunnah ini -berupa pelurusan shaf- sungguh telah diremehkan oleh kaum muslimin, bahkan mereka telah menyia-nyiakannya kecuali sedikit di antara mereka....

December 28, 2013

Fondasi Ahlus Sunnah. bag (4)

13.). Al-Quran adalah Kalam Allah dan bukan makhluk, dan tidak boleh melemah untuk mengatakan Al-Quran bukan makhluk, kerana sesungguhnya kalam Allah itu tidak terpisah dari-Nya, dan tiada suatu bagian pun dari-Nya yang makhluk. Dan hindarilah dari berdebat dengan orang yang membuat perkara baru tentang-nya,(1) orang yang mengatakan lafazhku (2)dengan Al-Quran adalah makhluk dan selainnya serta orang yang tawaqquf tentangnya, yang mengatakan, "Aku tidak tahu makhluk atau bukan makhluk akan tetapi itu adalah kalam Allah." Kerana orang itu adalah ahli bid'ah,(3) seperti orang yang mengatakanAl-Quran adalah makhluk. Sesungguhnya Al-Quran adalah Kalam Allah dan bukan makhluk.(4) 

(1)  Dikeranakan hadith Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Berdebat tentang Al-Quran adalah kekufuran."  [HR. Abu Dawud. Shahih al-Jaami' (6687)].
Imam Ath-Thahawi berkata, "Kami tidak membicarakan tentang (bagaimana) Allah dan tidak berdebat tentang agama Allah." Makruh tersebut adalah makruh Tahrim. 
(2)  Al-Lafzhiyyah adalah orang yang mengatakan lafazh/ucapanku dengan Al-Quran adalah makhluk. (Lihat Asy-Syarii'ah, karya Ak-Ajurri, hal 89)
(3)  Dan mereka disebut dengan Al-Waaqifah.
(4)  Allah Subhanahu Wata'ala berfirman; 
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah."  [QS. Al-A'raaf:54] 
Ibnu 'Unaiyah dan selainnya berkata, "Al-Khalqu adalah ciptaan Allah Azzawajalla dan Al-Ameu adalah Al-Quran." 

Umar radiyallahanhu berkata; "Al-Quran adalah Kalam Allah, maka janganlah kalian memalingkannya sesuai dengan pendapat-pendapat fikiran kalian." [Asy-Syarii'ah (69)]

Imam Malik berkata "Al-Quran adalah Kalam Allah, dan sangat keji orang yang mengatakan Al-Quran adalah makhluk. Dia berpendapat orang tersebut dihukum dengan pukulan dan dipenjara hingga mati. [Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dengan isnad shahih (atsar79)]

Imam Shafi'i berkata, "Al-Quran adalah Kalam Allah bukan makhluk, barangsiapa yang mengatakan Al-Quran adalah makhluk maka ia telah kafir." [Diriwayatkan oleh Al-Ajurri didalam Asy-Syarii'ah (atsar;90) dengan sanad yang shahih, dan Ibnu Baththah (2/577). Lihat Ta'liq terhadap Aqidah ath-Thahawiyyah, dan Aqidah Wasithiyah (46:50)]

14)  Beriman terhadap ru'yah (melihat Allah azzawajalla) pada hari Kiamat sebagaimana hadith-hadith shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 
Allah berfirman;
"Wajah-wajah (orang-orang Mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat."  [QS. Al-Qiyaamah: 22-23]. 
"Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian pada hati Kiamat sebagaimana kalian bulan (purnama) ini, kalian tidak berdesak-desakan dalam melihat-Nya. " [Mutafaqun 'alaihi]
Yakni kaum mukminin melihat Rabb mereka pada hari kiamat. [Aqidah Wasithiyah, hal.51. Hadith-hadithnya mutawatir sebagian yang telah dinyatakan oleh sebagian para ulama seperti Al-Hafizh ( Ibnu Hajar) dalam Fathul Baari]
bersambung...InshaAllah..
Dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal. 
Pensyarah; Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih. Penerbit: Maktabah Ibnu Taimiyyah.

December 27, 2013

Tata cara shalawat kepada Nabi .

Dari Abdurrahman bin Abi dia berkata, Kaab bin Ujrah bertemu denganku lalu berkata, "Maukah saya hadiahkan padamu suatu hadiah? Sungguh Nabi shallallahu alaihi wa sallaam keluar kepada kami, lalu kami berkata, 

'Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bershalawat atasmu?"  Beliau bersabda, 'Ucapkanlah oleh kalian;
" Allahumma shallialaa Muhammad wa alaa aali Muhammad, kamaa shallaita alaa aali Ibrahim, innaka hamiidun majid, wa baarik alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kama barakta alaa aali Ibrahim, innaka hamiidun majid."
(Ya Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad  sebagaimana  Engkau beri shalawat kepada Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung, dan berkahilah atas Muhammad dan keluarga Muhammad , sebagaimana Engkau  memberkahi keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Maha  Agung.)

1) Generasi terdahulu sangat menempatkan ilmu syariat pada tempat tinggi. Masalah yang diajarkan antara mereka termasuk pemberian paling berharga yang di hadiahkan padanya.

2) Shalawat paling utama adalah yang dinukil melalui jalur shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bukan yang di reka-reka dan di ada-adakan oleh mereka yang suka mengada-adakan sesudahnya. 

3) Menunjukkan keutamaan Nabi Ibrahim alaihissalam. 

4) Pensyariatan menutup doa dengan pujian kepada Allah azza wajalla sesuai dengan permintaan.

5) Para sahabat dan pendahulu umat sangat berantusiasik terhadap ilmu syariat. 

Hal yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian hadith ini terhadap kitab shalat, bahwa ketika shalat adalah tempat untuk memberi salam yang diketahui para sahabat tata caranya, maka ia juga menjadi tempat bagi shalawat yang di tanyakan para sahabat tentang tata caranya. 

Mendukung hal itu adalah apa yang diriwayatkan para penulis kitab As-Sunan dari hadith Abu Mas'ud Al-Badari radiyallahuanhu dengan lafaz, "Bagaimana kami shalawat atasmu ketika kami berselawat atasmu dalam shalat kami." Muhammad bin Ishak menyendiri dalam meriwayatkan tambahan ini. Hanya saja beliau menegaskan telah diceritakan oleh gurunya kepadanya. Dengan demikian hilanglah kekhawatiran adanya tadlis (pengkaburan riwayat). 

Suntikan Syarah; Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penjelasan Hadith-Hadith Hukum; (Dari Kitab Umdatul Ahkam, karya Abdul Ghani bin Abdul Wahab al-Maqdisi.)

December 26, 2013

Fondasi Ahlus Sunnah (bag 3)

9.). Meninggalkan perdebatan dan adu argumentasi serta pertikaian dalam urusan agama.
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan."  [QS. Ar-Ruum: 31-32].
"Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir."
[QS. Al-Mu'min: 4].
"Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras permusuhannya." 
[HR. Bukhari (4523), Muslim (2668)].

10.). As-Sunnah tidak boleh dibuat permisalan dan tidak dapat diukur dengan akal dan hawa nafsu, akan tetapi dengan ittiba' dan meninggalkan hawa nafsu.

"Seandainya perkara agama ini diukur dengan akal/pendapat, maka bagian bawah terompah ini lebih patut dibasuh daripada bagian atasnya (yakni ketika berwudhu)." 
[Dari Ali bin Ali Thalib, di shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Al-Irwaa' (103)].

Umar Radiyallahuanhu berkata, "Ahli Ra'yi (orang-orang yang menuhankan akal) telah menjadi musuh-musuh Sunnah. Hadith-hadith Nabi telah menjadikan mereka tidak mampu memahaminya, dan tidak dapat meriwayatkannya, sehingga merekapun bergegas menuju pendapat akal." 
[Jami' Bayaanil 'ilmi, karya Ibnu Abdil Bar, bab Al-Farqu Baina at-Taqliidi wal ittiba'.]

11.). Dan termasuk dari Sunnah yang tidak boleh ditinggalkan dan bila ditinggalkan satu perkara saja darinya maka ia tidak menerima dan beriman dengannya (Sunnah) dan tidak termasuk dari ahlinya adalah: 

12.). Beriman terhadap taqdir baik dan buruknya dan membenarkan hadith-hadith tentangnya dan mengimaninya. Tidak boleh mengatakan; "Kenapa" dan "bagaimana", kerana hal itu tiada lain hanyalah membenarkan dan mengimaninya. Barangsiapa yang tidak mengerti penjelasan hadith (tentang taqdir) dan akalnya tidak sampai, maka hal itu telah cukup dan kokoh baginya. Maka wajib baginya mengimani dan berserah diri, seperti hadith; Ash-Shaadiqul Mashduuq. Dan semisalnya tentang hadith taqdir, juga semua hadith-hadith tentang melihat Allah meskipun jarang terdengar dan banyak yang tidak suka mendengarnya, maka wajib mengimaninya dan tidak boleh menolak darinya satu huruf pun, dan hadith-hadith selainnya yang ma'tsur dari orang-orang yang tsiqah (terpecaya). 

Yahya bin Ya'mur berkata, orang yang pertama kali berbicara tentang taqdir di Bashrah adalah Ma'bad al-Juhaini. Diringkaskan Yahya berjumpa bertanya pada Abdullah bin Umar bin al-Khathab Radiyallahuanhu , "Wahai Abu Abdirrahman, telah muncul di tengah kami orang-orang yang membaca Al-Quran dan sedikit ilmunya --dan ia menyebutkan perkara-perkara mereka--. Dan mereka mengira bahwa tidak ada taqdir, dan semua terjadi secara unuf." Maka Ibnu Umar menjawab, "Apabila kamu berjumpa dengan mereka, beritahu bahwa aku berlepas diri dari mereka dan bahwa mereka telah berlepas diri dariku, dan demi Dzat yang 'Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima darinya sehingga dia beriman kepada taqdir..." Kemudian dia menyebutkan hadith Umar bin Khathab pasal Iman, Islam dan Ihsan..
Diringkaskan (tidak merubah makna) dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal. 
Pensyarah; Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih. Penerbit: Maktabah Ibnu Taimiyyah.

December 24, 2013

Fondasi Ahlus Sunnah (bag. 2)

5.  Meninggalkan permusuhan dan berduduk-duduk dengan Ahlil Ahwa' (pengekor hawa nafsu)
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu didalam al-Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah di ingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Kerana sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka."  [QS. An-Nisaa': 140]
Syaikh Rasyid Ridha dalam Al-Manaar berkata," Termasuk dalam ayat ini setiap orang yang membuat perkara baru dalam urusan agama ini dan setiap mubtadi' (pelaku bid'ah)."

Ibnu Abbas radiyallahanhu berkata, "Janganlah kamu duduk-duduk bersama pengekor hawa nafsu dan bid'ah kerana hal itu akan menjadikan hatimu sakit." [Asy-Syarii'ah (55) dikeluarkan oleh Ibnu Baththah, isnad Shahih].
Ibnu al-Jauzi berkata; "Sungguh aku bertetangga dengan monyet-monyet dan babi-babi lebih aku sukai daripada aku bertentangga dengan seseorang dari mereka (Ahli Ahwa).
[Al-Laalikaa'i:231 dengan sanad la ba'sa bihi].
Al-Fudhail bin Iyadh berkata; "Janganlah kamu duduk bersama ahli bid'ah kerana sesungguhnya aku takut kamu ditimpa laknat."

Pernah ada dua orang pengekor hawa nafsu dan bid'ah masuk kedalam majlis Muhammad bin Sirin, maka keduanya berkata, " Wahai Abu Bakar, maukah kami bacakan kepadamu sebuah hadith?" Jawabnya," Tidak". Maka keduanya berkata lagi, "Jika begitu kami bacakan sebuah ayat dari kitab Allah." Ia jawab, "Tidak, pergi lah kamu dariku atau aku yang pergi." Maka keduanya keluar. Kemudian sebagian orang bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, kenapa anda enggan mendengarkan sebuah ayat dari Kitabullah?" Jawabnya, "Sesungguhnya aku takut  ia bacakan kepadaku sebuah ayat lalu ia menyelewengkan (makna) nya, sehingga hal itu menghunjam didalam hatiku." [Ad-Daarimi (397), A-Laalikaa'i dengan sanad yang shahih].

Abu Hatim berkata "Tanda ahli bid'ah adalah mencela Ahlul Atsar."
Al-Hakim berkata, "Didunia ini tiada seorang pelaku bid'ah melainkan ia membenci Ahlul Hadith. Apabila seorang berbuat bid'ah maka rasa manisnya hadith telah tercabut dari dalam hatinya." [Aqidah Ash-haabil Hadith, hal.103].

6.  As-Sunnah menurut kami adalah atsar-atsar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

7.  As-Sunnah adalah penjelas Al-Quran yakni petunjuk-petunjuk dalam Al-Quran.

8. Di dalam As-Sunnah tidak ada qiyas.
Yakni tidak ada qiyas dalam masalah aqidah, yang ada hanyalah nash-nash yang qath'i (pasti) dan tauqifiyyah kerana masalah aqidah tidak dapat difahami dengan akal fikiran belaka.
: Dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal.
Pensyarah; Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih. Penerbit: Maktabah Ibnu Taimiyyah.

December 23, 2013

Fondasi Ahlus Sunnah (bag 1)

Imam Abu 'Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata,"Fondasi Ahlus Sunnah menurut kami adalah:-
1). Berpegang teguh pada jalan hidup para sahabat Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam.

2). Berqudwah (mengambil teladan) pada mereka. Sebagai dalil firman Allah Azzawajal: 
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali."  [QS. An-Nisaa' :115]

Dan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam; "Sesungguhnya barangsiapa dari kalian yang hidup (sesudah aku wafat) maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib atas kalian berpengang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Khalifah yang lurus, gigit lah erat-erat dengan gigi geraham kalian."  [Shahih Sunan Abi Dawud, :3851]

Sabdanya pula dalam menjelaskan sifat golongan yang selamat:
"Yaitu, apa-apa yang pada hari ini aku dan para sahabat-ku berada diatasnya." 

Ibnu Mas'ud radiyallahanhu berkata' "Barangsiapa diantara kamu ingin mengambil teladan, maka ambillah teladan dari para sahabat sebab mereka adalah orang-orang yang hatinya baik, ilmunya mendalam, sedikit takalluf (memaksakan diri melebihi batas kemampuannya), memiliki petunjuk yang lurus, baik keadaannya. Mereka adalah satu kaum yang Allah Azzawajal pilih untuk dijadikan sebagai sahabat Nabi-Nya. Maka dari itu, ketahuilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka, sebab mereka berada diatas petunjuk yang lurus. [Lihat kitab Jamii' Bayaanil 'ilmi, 1810 oleh Ibnu Abdil Bar]

3). Meninggalkan bid'ah-bid'ah.
"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya."  [QS. Al-A'raaf:3]

"Waspadalah kamu terhadap perkara-perkara baru, kerana sesungguhnya setiap perkara baru itu bid'ah." 
"Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami perkara baru yang bukan darinya maka perkara itu tertolak." [HR. Al-Bukhari,2697) dan Muslim (1718) dari hadith 'Aisyah]
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu."  [QS. Al-Ma'idah:3]

4). SETIAP bid'ah adalah Kesesatan. HR. Imam Ahmad, Abu Dawud. [Lihat Al-Irwaa' (2455)].
Dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal. 
Pensyarah; Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih. Penerbit: Maktabah Ibnu Taimiyyah.

December 22, 2013

Kaum Muslimin seperti buih air bah...

Hari ini kita hidup disatu masa yang orang malu mengatakan, "Hai kafir," kepada orang kafir. Lebih parah lagi orang merasa takjub, mengunggulkan, kagum pada musuh-musuh Allah. Mereka menjadi panutan dan idola bagi orang-orang yang lemah imannya. Mereka silau memandang musuh-musuh Allah, berangan-angan ingin menjadi seperti mereka, bahkan andai mereka masuk lubang biawak pun, kaum Muslimin akan mengikutinya.

Membantu orang-orang kafir dan musyrik bisa berupa apa saja bentuknya. Mulai dari kecondongan hati hingga mengadopsi aliran pemikiran mereka yang ateis, atau duduk bersama mereka dalam membuat undang-undang, atau membuka rahsia kaum Muslimin kepada mereka, hingga pernik-pernik kehidupan lainnya, yang kecil maupun yang besar.

Kehinaan yang hari ini menimpa kaum Muslimin di seluruh dunia tiada lain akibat dari meninggalkan syariat Allah. Hari ini jumlah kaum Muslimin sangat banyak, tetapi mereka buih seperti buih air bah. Umat-umat yang paling hina berebutan memangsa mereka, dan manusia-manusia yang paling rendah pun menguasai mereka. 

Sungguh benarlah nubuat Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika bersabda; "Hampir tiba saatnya umat-umat memperebutkan kalian. Seperti makanan yang diperebutkan diatas piring besarnya." Seseorang bertanya, "Apakah kerana jumlah kami ketika itu sangat sedikit?" Beliau menjawab, "Tidak, bahkan ketika itu jumlah kalian sangat banyak. Tetapi ketika itu kalian adalah buih, seperti buih air bah. Allah benar-benar mencabut dari dada musuh kalian rasa takut pada kalian, dan Allah menyusupkan al-wahn kedalam hati kalian." Ia bertanya lagi, "Wahai Rasulullah apakah wahn itu?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati."  
[Sunan Abi Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al-Albani]

Bagian terbesar dari penyimpangan yang hari ini menguasai kehidupan kaum Muslimin ini dipikul oleh mereka yang bergelar ulama. Mereka melakukan manipulasi agar manusia mau menggantikan syariat Allah dengan hawa nafsu manusia. Sungguh mereka ini yang akan menanggung dosa-dosa mereka sepenuhnya, juga orang yang disesatkannya. Dan Islam benar-benar berlepas diri dari perbuatan mereka itu. 

Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada ulama salaf yang senantiasa menjaga dan menutupi celah-celah yang rawan dalam syariat Islam sehingga tidak mudah disusupi oleh orang-orang yang bergelar ulama itu.  Allahul Musta'an:
Nukilan dari tesis Syaikh Muhammad Sa'id al-Qahthani, berjudul Al-Wala' wa Al-Bara' fi Al-Islam. Penulis meraih gelar Magister di Fakultas Aqidah, Universitas Ummul Qura, Makkah al-Mukarramah.

December 20, 2013

Mengapa generasi (Salafush Shalih) tidak membahaskan sesuatu masa'alah agama...

Generasi terdahulu dari umat Salafush Shalih telah berhenti dan menahan diri mereka dengan ilmu yang mapan (dari bid'ah-bidah) padahal mereka adalah umat yang sangat sanggup membahas suatu masalah agama, akan tetapi mereka tidak membahasnya.

Umar bin 'Abdul Aziz pernah berwasiat kepada sebagian pegawainya, "Aku berwasiat kepadamu agar sentiasa bertaqwa kepada Allah Azzawajal dan berlaku sederhana dalam menjalankan perintah-Nya, mengikuti sunnah (tuntutan) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, meninggalkan perkara-perkara baru dalam agama yang diada-adakan oleh orang-orang setelahnya, dan berhenti lah pada batas-batas ajarannya. 

Dan ketahuilah seseorang tidaklah berbuat bid'ah melainkan telah ada sebelumnya hal yang menunjukkan kebid'ahannya dan pelajaran buruk yang ditimbulkannya. Kerana itu, kamu wajib berpegang teguh dengan As-Sunnah, sebab ia merupakan tameng dan pelindung (dari berbagai kesesatan dan kebinasaan) bagi dirimu dengan izin Allah Azzawajal. 
Dan ketahuilah sesiapa yang berjalan atas Sunnah, sungguh dia telah mengetahui bahwa tindakan menyeselisihinya adalah termasuk kesalahan, kekeliruan, sikap berlebih-lebihan dan kedunguan. [Shahih Sunan Abi Dawud (4612), Takhrij Kitab Asy-Syari'ah (atsar ni:292) ].

**Dari itu mereka yang hari ini mengatakan bahwa banyak perkara yang tidak dibahaskan oleh para sahabat dan Tabi'in, telah membuat fitnah sebab umat Salafush Shalih mampu membahasnya dengan ilmu mereka yang dalam dan luas, tetapi mereka menjauhi perkara syubhat, bid'ah.** 
Dari; Syarah Ushulus Sunnah, keyakinan Imam Ahmad dalam Aqidah.

Peringatan Imam al-Barbahari terhadap perkara kecil yang merupakan al-Haq..

Imam Hasan bin Ali al-Barbahari (w.329H) berkata, "Waspadalah kamu terhadap perkara-perkara baru (dalam agama) yang kecil, kerana bid'ah-bid'ah kecil itu jika sering dilakukan maka akan menjadi besar. Demikian pula setiap bid'ah yang diada-adakan dalam umat ini asal mulanya kecil menyerupai al-haq, lalu orang-orang yang masuk kedalamnya menjadi tertipu, kemudian ia tidak dapat keluar darinya, sehingga hal itu (seakan-akan) menjadi suatu perkara agama yang harus ditaati, maka ia pun menyimpang dari jalan (yang benar), lalu keluar dari Islam.

Maka perhatikanlah setiap orang yang kamu dengarkan ucapannya, khususnya dari orang-orang yang hidup pada zamanmu, maka janganlah kamu tergesa-gesa dan masuk ke dalamnya sehingga kamu bertanya dan meneliti terlebih dahulu, apakah ada seorang sahabat Nabi atau seorang ulama yang membicarakan perkara itu. Maka jika kamu mendapat sebuah atsar (riwayat) yang membenarkannya, maka berpegang teguhlah dengannya dan jangan meninggalkannya. Jangan pula memilih jalan selainnya kerana kelak kamu akan jatuh kedalam api Neraka ."  [Syarhus Sunnah, karya Al-Barbahari, hal,68] 
Dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal.

December 18, 2013

Para pengikut Fir'aun.

Allah Subhanahu Wata'ala menjadikan Fir'aun, keturunan, dan para pengikutnya sebagai para pemimpin kaum musyrik dan kerap memperturutkan hawa nafsunya; 
"Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke Neraka pada hari Kiamat, mereka tidak akan di tolong. Dan Kami ikutkan laknat kepada mereka didunia ini; dan pada hari Kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah). 
[Al-Qashash :41-42]

Allah Subhanahu Wata'ala menjadikan para pengikut Fir'aun tidak dapat membedakan antara perbuatan yang dicintai dan diredhai Allah. Mereka tidak dapat membedakan antara qada' dan qadar Allah. Mereka memandang dunia berjalan apa adanya dan telah ada semenjak dulu kala, demikian pula dengan keberadaan mereka di dunia ini.

Ahli ilmu mereka berkata: "Di antara peraturan terdapat keta'atan dan pelanggaran. Yang benar adalah peraturan dibuat untuk di langgar, bukan untuk ditaati. Ketetapan bukan untuk ditaati, bukan pula untuk dilanggar." Inilah ketetapan aliran Fir'aun dan para pengikutnya. Mereka mengingkari eksistensi Pencipta dan mengingkari semua perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi Musa alaihissalam. 
Sumber: Fadhilah dan Rahsia Ibadah oleh Ibnu Taimiyyah.

December 16, 2013

Hargailah agamamu (keislaman mu).

Perlu diperhatikan, Islam memiliki konsep ketegasan dalam menjaga aqidah Islam itu sendiri. Umat Islam di larang mencontohi cara kehidupan kaum kafir, (tasyabbuh). Inilah antara prinsip akidah Islam yang mesti dipegang dan dianuti setiap Muslim, "bagimu agamamu, bagiku agamaku." 

Dalam isu perayaan kaum kafirin, Imam Ibnu Taimiyyah berkata: Maka tidak ada bedanya antara bergabung dengan mereka dalam hari raya mereka dan antara bergabung dengan mereka dalam seluruh manhaj (jalan, system pemahaman), karena menyetujui seluruh manhaj itu adalah menyetujui kekafiran, dan menyetujui sebagian cabangnya adalah menyetujui sebagian cabang kekafiran. Bahkan hari-hari raya itu termasuk paling khas dari apa yang menandai syari’at, dan termasuk yang paling menonjol di antara syiar-syiar, maka menyetujuinya adalah menyetujui syari’at kekafiran yang paling khusus dan syiar kekafiran yang paling nyata. Dan tidak diragukan lagi bahwa menyetujuinya sungguh telah sampai pada kekafiran dalam keseluruhan dengan syarat-syaratnya. [Iqtidhous Shirothil Mustaqiem 1/ 528.]
Sesungguhnya hari raya mereka itu dari agama yang dilaknat itu sendiri maupun pemeluknya. Maka menyetujuinya adalah menyetujui penyebab murka dan siksa Allah yang mereka itu dikhususkan dengannya.
Satu pelajaran; apabila diperbolehkan perbuatan yang sedikit (yakni mengikuti hari raya mereka) maka mengakibatkan kepada perbuatan yang banyak, kemudian bila telah popular, ramai orang ikut sama dan lupa asalnya (itu dari orang kafir) sehingga menjadi kebiasaan manusia bahkan hari besar bagi mereka, sehingga menirukan hari raya Allah. Bahkan kadang lebih lagi sehingga hampir matinya Islam dan hidupnya kekafiran. Sangat benar jika kita lihat keadaan hari ini bagaimana masyarakat kita menyambut hari lahir, hari ibu, hari bapa dan bermacam hari lagi, mereka lupa asal budayanya, sehingga mereka anggap ini dari adat Melayu atau agama Islam.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Adapun ucapan selamat dengan syiar-syiar kekafiran yang khusus dengannya maka haram dengan kesepakatan, seperti mengucap selamat pada hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan; hari raya yang diberkahi atasmu, atau selamat dengan hari raya ini dan semacamnya, maka ini apabila selamat pengucapnya dari kekafiran, maka perbuatannya itu sendiri termasuk yang diharamkan, dan itu pada posisi ucapan selamat kepada sujudnya pada salib, bahkan hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah, dan lebih sangat dimurkai daripada ucapan selamat kepada yang minum khamr, membunuh jiwa, dan berbuat dosa pada farji yang haram (berzina) dan semacamnya. [nahimunkar.com]
Ramai orang yang tidak menghargai agama di sisinya yang jatuh dalam hal yang demikian, dan dia tidak tahu keburukan perbuatan itu, maka barangsiapa mengucapkan selamat kepada kemasiatan atau bid’ahnya seseorang, atau kekafirannya maka sungguh dia telah menyambut murka Allah dan marahNya. [ Ahkamu Ahlidz Dzimmah oleh Ibnu Qayyim.]  Allahul Musta'an 
 

Bentuk kesabaran yang tercela.

"Orang mulia bersabar dalam bingkai keta'atan kepada Allah al-Rahman, akan tetapi orang yang hina bersabar dalam bingkai kepatuhan kepada syaitan." 

Yakni orang hina itu orang yang paling sabar dalam mematuhi hawa nafsu dan keinginan, disatu sisi dan disisi yang lain dia paling minim berkesabaran dalam mematuhi Tuhan. Dia bersabar mengorbankan keta'atan kepada syaitan secara optimal, dan sebaliknya, tidak bersabar sedikit pun untuk mengorbankan keta'atan kepada Allah. Dia sabar dalam gelimang dosa.

Dia bersabar memikul beban-beban berat hawa nafsu demi memenuhi kepuasan musuhnya; tidak bersabar terhadap sedikit kesulitan untuk menuntut redha Tuhannya. Dia bersabar untuk martabatnya dalam kemaksiatan, dan tidak bersabar untuk martabatnya ketika mendapatkan kesakitan dijalan dan redha Allah. Bahkan dia lari dari majlis amar-ma'ruf dan nahi-munkar kerana khawatir harga dirinya tersinggung. Dia rela dan sabar mengorbankan harga dirinya dan jabatannya, demi memenuhi hawa nafsu dan keinginan belaka. Dia tidak sabar berkorban untuk Allah demi menuntut redha-Nya dan mentaati-Nya.

Apa yang dia lakukan merupakan kehinaan total, dan disisi Allah dia bukan-lah orang mulia, dan di hari Kiamat kelak dia tidak ikut berdiri bersama orang-orang mulia ketika mereka diseru, di tengah khalayak makhluk, untuk diketahui siapa yang paling berhak menyandang kemuliaan, "Manakah orang-orang yang bertakwa?" 
Semoga Allah Azzawajal  merahmati kita semua dengan kesabaran yang mulia bukan yang hina.  Allahul Musta'an.
Judul asli 'Idah al-Shabirin wa Dzakhirah al-Syakirin; Sabar & Syukur oleh Ibnu al-Qayyim. 

December 13, 2013

Ucapan yang di larang

Islam agama yang melarang kesyirikan dan mengingatkan kita dari setiap hal yang dapat menjerumuskan kedalamnya. Islam juga menutup semua pintu dan celah yang dapat menyebabkan kita masuk kedalamnya. 

Tanpa disedari pada hari ini, kita sering dengar ramai kaum Muslim yang menisbatkan turunnya musim hujan pada akhir tahun (masehi), bulan Desember. Imam Syafi'i rahimahullah membenci mereka yang mengatakan "Kami diberi hujan pada bulan ini, atau hari ini," walaupun percakapan ini tidak membawa kepada kekafiran. 

Padahal diantara ucapan yang dilarang adalah menisbatkan hujan kepada bintang, yakni menyandarkan turunnya hujan kepada selain Allah Subhanahu Wata'ala. Sebagaimana sabda 
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, Allah berfirman yang ertinya;

"Di antara hamba-Ku ada yang Mukmin dan ada yang kafir. Orang yang berkata: 'Kami diberi hujan kerana Rahmat dan kemurahan Allah, bererti dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Sebaliknya, orang yang berkata: 'Kami diberi hujan kerana bintang ini dan bintang ini...,' bererti ia kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang." [HR. Bukhari 1/351, Muslim 1/82-84]

Dari itu tidak boleh menyandarkan turunya hujan kepada selain Allah, seperti mengatakan turunya hujan semata-mata kerana proses putaran alam, tanpa kehendak Allah. Menyakini musim lah yang mengatur dan menciptakan turunnya hujan, bukan Allah, sangat bahaya sebab boleh menyebabkan seseorang terkeluar dari Islam. Padahal hanya Allah azzawajal yang dapat Mengatur dan Menurunkan hujan. Allah berfirman yang ertinya; 
"Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah."  [QS. An Naba' :14]
Allahul Musta'an.
Ref: Manhaj Aqidah Imam Shafi'i oleh Dr. Muhammad bin A.W. Al-'Aqil.

December 12, 2013

Sebabnya makanan basi dan daging membusuk kerana ulah Bani Isra'il

"Seandainya kalau bukan kerana ulah Bani Isra'il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk."
[Muttafaqun 'alaih]

Para ulama menjelaskan bahwa tatkala Bani Isra'il diberi rezki oleh Allah Ta'ala berupa burung-burung salwa (macam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan dimakan pada hari tersebut. 
Tetapi mereka melanggar perintah ini dan mengambil daging lebih dari yang di butuhkan dan simpan bakinya. 

Akibat perbuatan inilah Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan membusuk. 
[Ma'alim at-Tanzil, oleh Al-Baghawi, 1/97, Syarah Shahih Muslim, oleh Imam An-Nawawi, 10/59, dan Fathul Baari, oleh Ibnu Hajar, 6/411.]

December 4, 2013

Penyebab Utama Kesesatan Manusia

Syaikhul Islam mengatakan sebab utama kesesatan manusia adalah persekutuan mereka dengan kaum filosof dan kerana belajar dari golongan itu. Kaum filosof adalah satu golongan yang paling jauh dari istidlal (menjadikan dalil) apa yang dibawa oleh Rasul.

Padahal Rasul itu diutus dengan membawa keterangan-keterangan dan petunjuk, menjelaskan dalil-dalil rasional dan mengabarkan hal-hal ghaib, yang tidak mungkin manusia ketahui dengan akal mereka. Sedangkan kaum filosof mengatakan, "Rasul tidak bisa memberikan ilmu kepada manusia dengan pengabaran dan dalil-dalilnya,akan tetapi berbicara dalam rangka memperbaiki keadaan kaum awam, sehingga mereka menyakini adanya Rabb dan akhirat dengan keyakinan yang memberikan manfaat kepada mereka."

Hakikat pandangan para filosof adalah bahwa para nabi itu berdusta mengenai apa yang mereka khabarkan, namun kedustaan itu dalam rangka memberi kemaslahatan. Maka mustahil jika mereka bisa mencari ilmu dari khabar yang disampaikan oleh para nabi. Jika benar bahwa khabar yang disampaikan itu tidak sesuai dengan apa yang di khabarkan, maka bagaimana mereka menetapkan dalil-dalil rasional mengenai kebenaran yang mereka khabarkan sendiri?

Golongan ahli kalam yang meyakini bahwa para nabi mengabarkan kebenaran, akan tetapi dalam persoalan-persoalan akal mereka tidak menggunakan metode para nabi dan bahkan membuat bid'ah, sekalipun mereka mengakui bahwa Al-Quran memuat dalil-dalil rasional. Kerana itu mereka tidak memiliki kepedulian terhadap Al-Quran, tafsirnya, hadith dan pendapat para salaf. Bila mereka sedikit mempelajari itu, maka itu mereka lakukan lantaran kebanyakkan masyarakat terikat dengannya, agar mereka bisa hidup ditengah-tengah masyarakat dengan menyebutnya, bukan lantaran mereka meyakini konsekuensi nya secara batin.

Buku-buku Islam seperti tafsir, hadith, fikih dan roqoiq tidak digunakan, sebaliknya ia mengambil buku-buku oriantalis, nujum, filsafat, sebagai rujukan. Inilah kitab-kitab yang diagungkannya.
Sungguh tepat apa yang Syaikh katakan jika kita lihat keadaan masa kini. 
Allahul Musta'an.
Rujukan dari buku ; Membedah Firqah Sesat oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

December 3, 2013

6 Sebab tertutupnya pintu taufik

Syaqiq bin Ibrahim mengatakan, "Pintu taufik tertutup bagi manusia dari enam hal:

1. Tidak bershukur terhadap nikmat
2. Mencintai ilmu tanpa melaksanakannya
3. Berbuat dosa dan mengakhirkan taubat
4. Bersahabat dengan orang-orang saleh tetapi tidak meneladani perbuatan mereka
5. Mengakui rendahnya dunia, tetapi mencarinya dan..
6. Mempercayai akhirat tetapi meremehkan nya ...
Dari Al-Fawa'id ; Ibnu Qayyim

December 2, 2013

Membantah sesuatu Kesalahan Bukan bererti Mencari-cari Aib

Apakah membantah kesalahan sebagian manusia dianggap mencari-cari aib dan benarkah berdalil dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam; "Wahai orang-orang menyatakan keIslaman dengan lisannya padahal iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, jangan menghina mereka, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka, kerana barangsiapa yang mencari-cari kesalahan-kesalahan saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya maka Dia akan membongkar aib nya walaupun berada didalam rumahnya yang paling tersembunyi." 
 HR at-Tirmidzi

Ibnu Rajab dalam sebuah risalah al-Farqu bayna an-Nashihah wat-Ta'yir; [beda nasihat dan hinaan] mengatakan pula; 
 “Memang antara nasihat dan hinaan terdapat kesamaan, yaitu penyebutan tentang seseorang yang tidak ia sukai, sehingga menjadi samar perbedaan antara keduanya pada kebanyakan manusia dan Allah-lah yang memberikan hidayah kepada kebenaran. Ketahuilah bahwa penyebutan tentang seseorang yang tidak ia sukai (ghibah) adalah haram, jika dimaksudkan sekedar untuk menghinakan, menyebarkan aib dan kekurangannya. Adapun jika perbuatan tersebut terdapat kemaslahatan bagi kaum muslimin secara umum, khususnya lagi bagi sebagian mereka, sedang maksud dari perbuatan tersebut demi mencapai maslahat, maka tidaklah diharamkan, bahkan disukai melakukannya."  
Ketika ucapan-ucapan menyelisihi dalil-dalil syar'i, maka membantah ucapan-ucapan yang lemah itu dengan menerangkan yang haq, tidak termasuk kritikan yang menghina. 
Selanjutnya Ibnu Rajab al-Hambaly -rahimahullah- menegaskan,
 “Oleh karena itu, tidaklah nasihat seperti ini termasuk dalam bab ghibah secara keseluruhan, walaupun diduga bahwa seseorang akan membenci apabila kesalahannya yang menyelisihi al-haq ditampakkan, sehingga kebenciannya pada hal ini tidaklah dianggap. Karena kebencian akan ditampakkannya kebenaran, hanya karena menyelisihi pendapat orang tersebut bukan saja termasuk perangai yang terpuji, bahkan wajib bagi setiap muslim untuk mencintai ditampakkannya kebenaran, sehingga kaum muslimin mengetahuinya, sama saja apakah kebenaran itu selaras dengan pendapatnya ataukah berlawanan.” 
Sesungguhnya menyebutkan kesalahan yang sebagian manusia terjatuh padanya dalam perkara-perkara agama, perkara ilmu dan syariat, ini merupakan kewajiban atas para ulama. Dan wajib atas para penuntut ilmu yang mengetahui perbedaan antara yang haq dengan yang bathil untuk menjelaskannya, dan ini bukan termasuk mencari-cari aib kaum Muslimin.  

Jika penggunaan ucapan ini secara mutlak untuk membantah sikap menyelisihi dalil dan membantah kesalahan serta menamakannya dengan perbuatan mencari-cari aib, ini hanyalah muncul dari kalangan yang suka memutarbalikkan fakta.

Sesungguhnya membantah kesalahan menurut para ulama termasuk jihad fisabilillah dan termasuk amar ma'ruf nahi mungkar. Adapun hadith diatas, maka yang dimaksudkan bukanlah bantahan terhadap orang yang menyelisihi dalil. Tetapi yang dimaksud hanyalah mencari-cari aib manusia pada perkara-perkara dunia dan aib-aib manusia yang tersembunyi yang tidak nampak yang tidak diketahui.

Adapun seseorang menampakkan kebathilannya, kesalahannya secara terang-terangan dan  nampak jelas, maka sesungguhnya hal ini hukumnya adalah sebagaimana yang dinukil beberapa ulama, yaitu disepakati bolehnya menyingkap kebathilannya, bahkan hal itu wajib. 
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam dalam sebuah hadith yang mashur;

"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lidahnya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itu merupakan selemah-lemah iman."
Allahul Musta'an 

Peringatan 4 Imam mengikuti As-Sunnah dan meninggalkan pendapat yang bertentangan.

Pendapat para empat Imam besar sekitar mengikuti As-Sunnah dan meninggalkan pendapat yang bertentangan dengan As-Sunnah.

Abu Hanifah
1. Beliau berkata, "Apabila hadith itu shahih, maka hadith itulah mazhabku"
2. Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui sumbernya."
3. "Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalil peganganku lantas memberi fatwa dengan perkataanku."

Malik bin Anas
1. Sesungguhnya saya hanyalah seorang manusia yang boleh salah dan boleh benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah, ambillah, yang tidak sesuai tinggalkanlah.
2. Tidak ada seorang pun setelah Nabi shallallahu alaihi wassalam kecuali dari perkataannya itu yang diambil dan ditinggalkan, kecuali beliau.

Asy-Syaifi'i
1. Kaum Muslimin telah sepakat bahwa sesuap yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka tidak halal baginya untuk meninggalkan Sunnah tersebut, hanya kerana ingin mengikuti perkataan seseorang.
2. Apabila kamu dapati dikitabku sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah, maka jadikanlah Sunnah beliau sebagai dasar pendapat kamu dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.
3. Apabila hadith itu shahih, maka itulah pendapatku.
4. Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadith Nabi yang shahih bertentangan dengannya, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermazhab dengannya.
5. Apapun yang aku katakan, kemudian terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu alaihi wassalam yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadith Nabi lah yang lebih utama.
6. Setiap hadith shahih dari Nabi shallallahu alaihi wassalam maka ia adalah pendapatku, walaupun kamu belum pernah mendengarnya dariku. 
7. Setiap masa'alah yang shahih dari Rasulullah bagi ahlu naqli dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya didalam hidupku dan setelah aku mati.
8. Tidak ada seorang pun, kecuali dia bermazhab dengan Sunnah Rasulullah dan mengikutinya. Apapun yang saya ucapkan atau saya tetapkan tentang sebuah kaedah dasar sedangkan sunnah Rasulullah bertentangan dengan ucapanku, maka yang diambil adalah sabda beliau dan pendapatku juga seperti itu.
9. Engkau lebih tahu tentang hadith dan orang-orangnya (Rijalul Hadith). Apabila hadith itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun adanya, sama ada ia dari Kufah, Basrah, mahupun Syam. Apabila ia shahih aku akan bermazhab dengannya.

Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan Sunnah dan paling berpegang teguh dengannya. Sehingga beliau paling benci penulisan buku-buku yang memuatkan masa'alah fiqah furu'iyah dan Ar-ra'yi. Oleh itu beliau berkata;
"Janganlah engkau taqlid kepadaku, jangan pula kepada Malik, Syaf'i, Al-Auza'i mahupun Ath-Thauri. Tetapi ambillah darimana mereka mengambilnya.
Pada riwayat lainnya," Janganlah engkau taklid dalam perkara agamamu kepada salah seorang dari mereka. Setiap perkara yang sandarannya kepada Nabi dan para sahabat baginda, maka ambillah. Jika berasal dari Tabi'in maka seseorang dapat memilih."
Sesiapa yang menolak hadith (shahih) Rasullah shallallahu alaihi wassalam ia telah berada ditepi kehancuran.

Begitulah para Imam memerintahkan untuk berpegang teguh pada hadith (shahih) Nabi dan melarang taklid kepada mereka tanpa ada penelitian saksama. Larangan mereka sangat terang dan jelas sehingga tidak boleh di debat dan diputarbalikkan lagi. 
Dari itu siapa saja yang berpegang teguh dengan Sunnah yang shahih, walaupun bertentangan dengan perkataan imam madzab, sebenarnya tidak bertentangan dan keluar dari kaedah mereka.
Bahkan sikap demikianlah yang dikatakan telah mengikuti mereka dan berpegang teguh kepada ikatan yang tidak dapat diceraikan. Berbeza dengan orang yang meninggalkan As-Sunnah yang shahih hanya kerana bertentangan dengan perkataan para imam madzab atau akal mereka. 
Allahul Musta'an.
Dinukil dari muqadimah buku Ensiklopedia Sifat Shalat Nabi oleh Syaikh Al-Albani.