SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

July 30, 2013

Siapakah Makhluk yang paling buruk di sisi Allah?

"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak (tuli) dan bisu yang tidak mengerti apapun. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).  [QS. Al-Anfaal:22-23]

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang musyrik sementara Ibnu Ishaq  berkata; "Mereka adalah orang-orang munafik, sebab merekalah yang menampakkan, bahwa mereka telah mendengar, merespon, padahal tidak demikian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa ,manusia seperti ini adalah makhluk yang paling buruk dan juga termasuk perangai terburuk, sebab mereka 'tuli' dari mendengarkan kebenaran dan ' bisu ' dari memahaminya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk, sebab seluruh yang melata selain mereka, ta'at kepada Allah sesuai dengan fungsi yang ia diciptakan untuknya, sementara itua mereka (orang-orang munafik) diperintah untuk beribadah mereka kufur.

"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk disisi Allah ialah orang-orang kafir, kerana mereka itu tidak beriman."   [QS. Al-Anfaal: 55]

Allah juga memberitahukan, seburuk-buruk apa yang berjalan dimuka bumi ini adalah orang-orang kafir, kerana mereka tidak beriman. Mereka selalu melanggar perjanjian, dan setiap kali menegaskan keimanan mereka mengabaikannya. Mereka sama sekali tidak takut kepada Allah dalam melakukan perbuatan dosa. Bagaimana pula orang-orang yang melakukan maksiat bila dinasehati malah tidak mahu mengambil pelajaran.

"Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lalai."
[QS. Al-A'raaf: 179]
Wallahu A'lam. Rujukan. Tafsir Ibnu Katsir ; 8:22-23.

July 29, 2013

Keutamaan Lailatul Qadr dan Keutamaan Mencari Lailatul Qadr



Keutamaan-keutamaan lailatul qadr, dari penjelasan Surah Al-Qadr, ada baiknya disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, Allah Subhânahu wa Ta’âlâmenurunkan Al-Qur`an pada malam Al-Qadrini.
Kedua, Allah ‘Azza wa Jalla telah meninggikan kedudukan lailatul qadr tersebut, bahwa malam itu senilai dengan seribu bulan (senilai dengan 83 tahun 4 bulan).
Ketiga, turunnya para malaikat pada malam itu, sedang mailakat itu hanya turun dengan berkah dan kebaikan.
Keempat, itu adalah malam keselamatan dan kebaikan.
Kelima, penakdiran segala sesuatu, yang akan terjadi pada tahun tersebut, terjadi pada malam itu.
Keenam, Allah telah menjelaskan keutamaan lailatul qadr ini dalam sebuah surah dalam Al-Qur`an yang akan dibaca hingga hari kiamat.
Demikian beberapa keutamaan lailatul qadr yang bersumber dari ayat-ayat Al-Qur`an.
Adapun keutamaan lailatul qadr yang bersumber dari hadits, telah sah keterangan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan keutamaan lailatul qadr, di antaranya adalah:
Pertama, sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنَ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian, (bulan) Ramadhan. Bulan berberkah yang Allah wajibkan puasa terhadap kalian. Di dalamnya, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka Jahîm ditutup, dan para syaithan dibelenggu. Padanya, terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang kebaikan (bulan tersebut) diharamkan terhadapnya, berarti ia telah (betul-betul) diharamkan.” [1]
Kedua, sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ                                                  
“Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat pada) malam lailatul qadr dengan keimanan dan pengharapan pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.” [2]
Ketiga, Dari Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bila sepuluh malam terakhir telah masuk, mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” [3]
Keempat, dari Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ
“Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir, suatu hal yang beliau tidak bersungguh-sungguh (seperti itu) di luar (malam) tersebut.” [4]
Adapun dalam hal mencari lailatul qadr, telah datang sejumlah hadits dari Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskannya, di antaranya adalah:
Pertama, hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ                                                                
“Carilah lailatul qadr pada malam ganjil di antara sepuluh malam terakhir Ramadhan.”[5]
Kedua, hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِيْ سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِيْ خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah (lailatul qadr) pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, pada sembilan malam tersisa, pada tujuh malam tersisa, pada lima malam tersisa.” [6]
Ketiga, hadits Ibnu Umar radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau berkata, “Seorang lelaki melihat (dalam mimpi) bahwa lailatul qadr (turun) pada malam kedua puluh tujuh. Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
‘Saya melihat mimpi-mimpi kalian (bahwa lailatul qadr berada) pada sepuluh malam terakhir. Carilah (malam itu) pada malam-malam ganjil (di antara sepuluh malam) tersebut.’.”[7]
Dalam riwayat Al-Bukhary disebutkan,
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَتْ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ
“Saya melihat bahwa mimpi-mimpi kalian telah bersepakat (bahwa lailatul qadr berada) pada sepuluh malam terakhir. Barangsiapa di antara kalian yang ingin mencari (malam) itu, carilah di antara sepuluh malam terakhir.”
Pada riwayat lain oleh Al-Bukhary juga dari Ibnu ‘Umar disebutkan,
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ ، فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ
“Saya melihat bahwa mimpi-mimpi kalian telah bersepakat (bahwa lailatul qadr berada) pada tujuh malam terakhir. Barangsiapa di antara kalian yang ingin mencari (malam) itu, carilah di antara tujuh malam terakhir.”

[1] Diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasâ`iy, dan selainnya dari Abu Hurairahradhiyallâhu ‘anhu. Dishahihkan oleh Al-Albany rahimahullâh dalam Tamâmul Minnah hal. 395 lantaran beberapa jalurnya.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâwud, At-Tirmidzy, dan An-Nasâ`iy dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry (konteks hadits ini milik beliau), Muslim, dan Abu Dâwud.
[4] Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, dan Abu Dâwud
.[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Abu Dâwud.
 [7] Diriwayatkan oleh Muslim.
Sumber: Dzulqarnain.net

Umat yang paling keras mendustakan kebenaran

Umat yang paling keras mendustakan kebenaran ialah kaum Nabi Hud alaihi sallam. Tempat kediaman mereka di Ahqaf, Yaman, yaitu pergunungan pasir. Mereka terkenal dengan bangunan-bangunan yang tinggi dan kukuh. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala;

"Apakah kamu memperhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap kaum 'Aad? Yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, dinegeri-negeri lain."   [QS. Al-Fajr: 6-8]

Oleh kerana mereka diberi kekuatan dan kebesaran dalam bentuk fisik dan tenaga, mereka jadi sombong;

"Adapun kaum 'Aad, maka mereka menyombongkan diri dimuka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: 'Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?' Dan apakah mereka tidak memerhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami."
[QS. Fushshilat: 15].

Oleh kerana itu pabila Nabi Hud alaihissalam mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Ta'ala semata, yang tiada sekutu bagi- Nya, mentaati dan bertaqwa kepada-Nya, mereka menolaknya dengan angkuh dan 'pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata : "Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta." ' QS al-A'Raaf;66     

Mereka enggan meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang mereka, walaupun setelah diberi peringatan dan ancaman yang keras oleh seorang Rasul terhadap kaumnya.

Akhirnya mereka dibinasakan dengan angin yang sangat dingin yang membinasakan. Allah Ta'ala menimpakan angin itu selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus yang tidak menyisakan sesuatu pun yang dilandanya melainkan ia jadikan hancur berantakan. Yang demikian itu kerana disebabkab mereka sangat sombong lagi angkuh.

Allah Ta'ala membinasakan mereka melalui hembusan angin yang sangat kencang yang dapat menerbangkan salah seorang dari mereka ke udara, lalu menjatuhkannya kebumi dengan kepalanya terpisah dari badannya. Kaum 'Aad mati bergelimpangan , "Seakan-akan mereka tanggul-tanggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk)."   [QS. Al-Haaqqah:7]
Wallahu a'alam ..
Rujukan: Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, 8, surat al-A'raaf 

July 27, 2013

Surat Yasin Hatinya al-Qur'an?


Banyak hadits-hadits yang tersebar di kalangan masyarakat kita menjelaskan keutamaan-keutamaan sebagian surat-surat Al-Qur’an. Tetapi sayangnya, banyak diantara hadits itu ada yang lemah, bahkan palsu, munkar. Namun ramai yang tidak sedar akan status hadith hadith yang digunakan atau diamalkan.
Satu daripadanya ialah tradisi membaca Surat Yasin pada setiap malam Jumaat, ba'dah maghrib di merata-rata masjid atau di rumah, dengan berkeyakinan bahwa surat ini mempunyai fadhilat tertentu:
"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali".
 [HR. At-Tirmidziy (4/46), dan Ad-Darimiy (2/456)]
Hadits ini maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqatil bin Sulaiman. Ibnu Abi Hatim dalam kitabnya al-'Ilal berkata, "Saya tanyakan hadith tersebut kepada ayahku, maka ia menjawab 'Apakah dalam sanadnya terdapat Muqotil bin Sulaiman? Sungguh aku telah melihat hadith tersebut pada awal kitab yang dipalsukan oleh Muqotil bin Sulaiman dan hadith itu adalah palsu tak bersumber." Memang dia telah divonis oleh mayoritas pakar hadith sebagai pemalsu riwayat.
Karenanya, Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no.169), Jilid 1. 

July 25, 2013

Umat Nabi Muhammad di lebihkan dari umat lain dalam tiga hal...

Umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di lebihkan dari umat-umat yang lain pada tiga hal ;-
1) shaf-shafnya dijadikan seperti shaf-shaf para Malaikat,
2) seluruh tanah dijadikan suci untuknya sebagai masjid. (Melainkan tempat-tempat kotor)
3) debunya  dijadikan suci apabila tidak menemukan air.

HR dalam Shahih Muslim, dari Hudzaifah bin al-Yaman.

Di dalam ash-Shahihain pula, diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda;

"Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seseorang (Nabi) sebelum-ku;
1) Aku dibantu dengan (ditanamkan) rasa gentar (pada diri musuh) sepanjang perjalanan satu bulan,
2) tanah dijadikan untukku masjid dan alat untuk bersuci
3) dihalalkan ghanimah (harta rampasan perang) untukku yang tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelum-ku?
4) aku diberikan syafa'at  dan
5) nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku di utus untuk seluruh manusia." 

Wallahu a'alam
Tafsir Ibnu Katsir surah An-Isaa' :43. 

Ciri ciri orang yang mengikuti jalan yang lurus.

Gambar dipetik dari:  deviantART*
Cinta kepada keimanan dan merasa indah dalam hatinya, serta benci pada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam .."  Al- An'aam :125.

Ibnu Abbas berkata: "Allah akan melapangkan hatinya untuk bertauhid dan beriman kepada-Nya.

Allah akan memudahkan, menguatkan, dan meringankan dirinya kepada hal itu. Inilah tanda-tanda menuju kepada kebaikan, sebagaimana firman Allah azzawajalla;

"Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus."  QS Al-Hujurat:7.

Wallahu a'alam ..
Tafsir Ibnu Katsir, Al An'aam: 125.


Sumber gambar: http://www.deviantart.com/morelikethis/333149046/customization/wallpaper/scenery?view_mode=2

July 24, 2013

Orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim

'Amr bin Luhay bin Qama'ah adalah salah seorang pemimpin Khuza'ah yang memegang kekuasaan atas Ka'bah setelah kabilah Jurhum. Dia juga di panggil dengan nama 'Amr bin Amir al-Khuza'i. Ia adalah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim. Ia memasukkan berhala-berhala ke Hijaz, lalu menyeru ke beberapa orang jahil untuk menyembahnya dan bertaqarrub dengannya, dan dia membuat beberapa ketentuan jahiliyah ini bagi mereka yang berkenan dengan binatang ternak dan lain-lainnya.

Ia adalah orang yang pertama kali mengadakan saa-ibah, iaitu unta yang mana mereka telah mempersembahkan unta itu untuk sesembahan-sesembahan mereka dan mereka tidak menggunakannya untuk mengangkut sesuatu.

Imam Bukhari mengatakan, Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu alaihiwassalam bersabda;
"Aku menyaksikan 'Amr bin Amir al-Khuzai menyeret ususnya di Neraka. Ia adalah orang yang pertama kali mengadakan saa-ibah."
Wallahu a'alam.
Tafsir Ibnu Katsir surat al-Maaidah:103

Lima Kunci Alam Ghaib

Al-Bukhari meriwayatkan dari ayah Salim bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda;

"Kunci alam ghaib itu ada lima, yang tidak di ketahui kecuali oleh Allah semata. 'Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat, dan Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui dibumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha-mengenal.'"   
[QS. Luqman:34]

"Dan Dia mengetahui apa yang ada didaratan dan dilautan." ** Ilmu Allah yang Mahamulia itu meliputi segala yang ada, baik di darat dan di lautan, dan tidak ada sedikit pun dari hal itu yang tersembunyi dari-Nya, tidak juga sekecil apa pun dibumi maupun di langit.

Firman Allah Ta'ala selanjutnya;
"Dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Allah mengetahuinya (pula)." **
Maksudnya, Allah mengetahui semua gerakan bahkan gerakan benda-benda mati sekalipun.

Firman-Nya lebih lanjut:
"Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak (pula) sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis didalam kitab yang nyata." **
** [QS. al-An'aam~ 6: 59]

Jika demikian adanya, lalu bagaimana dugaanmu tentang pengetahuan Allah azzawajalla terhadap gerakan binatang, apalagi gerakan makhluk, yang diberi taklif, baik jin maupun manusia.
Wallahu a'alam.
Rujukan: Tafsir Ibnu Katsir surat al-An'aam :59.  

July 23, 2013

Fitnah yang menimpa orang yang menghidupkan Sunnah

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (dari umat ini) dengan merentapnya. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mencabut (nyawa) ulama (yang benar-benar 'alim dan bertaqwa). Maka apabila telah tiada orang 'alim yang hidup, manusia mengambil orang-orang yang jahil sebagai pemimpin. Mereka (pemimpin jahil yang dianggap 'alim) ditanya, maka mereka memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka itu sesat lagi menyesatkan."  (Ulama Su')

[HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah drp Abdullah bin Amr. Hadits Shahih]

Begini lah keadaan kita yang hidup di zaman fitnah ini, dimana orang-orang yang berpegang kuat kepada ajaran atau Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam seperti seseorang yang menggenggam bara api. Apalagi untuk mempratikkannya memerlukan pengorbanan yang sangat besar. Mereka akan terasing kerana pegangannya dan akan dilihat oleh umat sebagai membuat sesuatu yang ganjil yang menimbulkan fitnah.

Mengapa dikatakan 'ganjil' sebab kebanyakkan manusia beragama mengikut tradisi yang sudah dibudayakan dari nenek moyang, sehingga kebiasaan ini di anggap "sunnah", dan yang benar-benar berlandasan atas Sunnah kelihatan berlainan alias 'ganjil'. Sehingga kelompok kecil ini dikatakan 'satu macam' padahal mereka yang menuduh itulah yang beramal dengan "bermacam-macam".

Inilah waktu-nya kebanyakan manusia tidak lagi menghiraukan ajaran sunnah. Kelangkaan mengamalkan sunnah sudah menjadi tradisi yang mengakar ditengah-tengah kehidupan manusia pada umumnya. Sunnah di lihat sebagai bid'ah dan bid'ah di lihat sebagai sunnah. Penegak sunnah di tuduh sebagai pemecah masharakat kerana tidak 'bersatu' dengan mereka yang beramal beragam.

Namun pejuang sunnah, walaupun jumlahnya sedikit akan tetap ditegakkan sampai Allah mendatangkan hari kiamat. Allah berfirman;

"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Allah akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
[QS. al-Maaidah; 105]

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda;

“Senantiasa akan ada sekumpulan kecil dari umatku yang selalu tampak diatas kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka siapa saja yang menyelisihi dan merendahkan mereka, sampai datang perintah dari Allah (hari kiamat), sementara mereka masih dalam keadaan yang demikian itu”.
(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu)

Mereka yang membangun kembali tiang-tiang sunnah yang sudah runtuh dan dilupakan, adalah pihak yang sangat berbahagia, sebab Allah telah menjanjikan ganjaran pahala yang cukup besar atas perjuangan mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam;

“Hendaklah kalian saling menyuruh berbuat ma'ruf dan saling mencegah kemungkaran, sehingga jika kalian melihat kekikiran yang di taati, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang di utamakan, dan kekaguman setiap orang kepada pendapatnya, maka hendaklah engkau menjaga dirimu sendiri dan tinggalkanlah (orang) awam, kerana di belakang kalian masih ada hari hari yang panjang. Orang yang sabar didalam hari-hari itu tidak ubahnya seperti orang yang menggenggam bara api. Bagi orang yang beramal pada hari hari itu akan memperoleh balasan seperti balasan yang diberikan kepada lima puluh orang laki-laki yang beramal seperti amal kalian.

Abdullah bin Mubarak (salah seorang perawi hadith ini) mengatakan ada yang menambahkan, "Dikatakan: "Ya Rasulullah, balasan lima puluh orang laki-laki dari kita atau dari mereka?
Beliau menjawab:

"Bahkan balasan pahala lima puluh orang laki-laki dari kalian”.

(Imam at-Tirmidzi berkata: "Hadith ini hasan gharib shahih." Hal senada juga diriwayatkan Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim.)  Ref; [Tafsir Ibnu Katsir; QS al-Maa'idah;105]
Allahu Musta'an

Siapa Yang Berhak Menerima Zakat

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan."
[QS. At-Taubah: 60]

Di dalam ayat ini Allah Subhanahuwataala telah menjelaskan orang orang yang berhak mendapatkan zakat, mereka terdiri dari delapan golongan sebagai berikut:-

1.) Orang-orang Fakir dan Miskin
   Para ulama telah berbeda pendapat dalam membedakan antara lafazh fakir dan miskin, ringkasnya bahwa adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, demikian pula orang yang mempunyai harta dan usaha akan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah telah menyebutkan dari kitab ar-Raudh sebuah permasalahan yang penting: seseorang yang mampu berusaha, akan tetapi dia tidak mempunyai harta, dan dia ingin tidak bekerja dalam rangka untuk berkonsentrasi menuntut ilmu, beliau berkata, " Maka dia berhak diberi zakat."  [Asy-Syarhul Mumti' 6/221-222.]
Lalu beliau menyebutkan masalah yang lainnya: "Jika ada seseorang yang mampu berusaha akan tetapi dia senang beribadah....maka kita tidak memberinya, kerana ibadah hanya terbatas kepada hamba tersebut saja, berbeda dengan ilmu." [ Idem.]

2.) Pengurus  Zakat
   Disyaratkan untuk menjadi amil zakat seorang Muslim, mukallaf, dipercayai, ahli terhadap urusan yang di pegang dan mengetahui seluk belum hukum zakat.

3.) Mu'allaf   (Orang-orang yang dilunakkan hatinya)
   Mereka adalah orang yang diharapkan keislamannya atau dikhawatirkan keburukan dari mereka atau diharapkan kuatnya iman mereka dengan adanya pemberian tersebut.
[Asy-Syarhul Mumti' 6/225].
Maksud pemberian ini adalah untuk memperkuat kekokohan Islam dan menjaga kedudukannya. Boleh diberi kepada kaum kafir yang diharapkan mereka lunak terhadap Islam.
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, "Sebab pemberian itu adalah apabila diberi untuk menjaga badan dan kehidupannya maka pemberian untuk menjaga agama dan kehidupannya adalah lebih utama."

4.) Budak
   Ar-Riqaab bentuk jama' dari raqabah yaitu hamba atau budak. Bukan untuk seorang budak, tapi seorang hamba untuk membebaskannya dari perbudakan. Membeli para budak dan membebaskannya.  Pendapat yang rajih, demikian juga membebaskan tahanan Muslim, kerana jika pembebasan perbudakan itu dibolehkan, maka pembebasan tawanan itu lebih utama, kerana orang yang tertawan itu mengalami ujian yang berat.

5.) Ghaarim   (Orang-orang yang memiliki hutang).   (Debitor)
   Orang yang tidak mampu membayar hutangnya. Dari Mujahid dia berkata, "Tiga golongan yang termasuk ghaarimin (orang yang berhutang) : laki-laki yang hartanya habis kerana tertimpa banjir, dan orang yang tertimpa kebakaran sehingga hartanya habis, dan orang yang mempunyai keluarga sedangkan dia tidak mempunyai harta maka dia dihutangi untuk memberi nafkah kepada keluarganya."   Lihat tafsir ath-Thabari.
Bahawasanya orang yang berhutang tersebut bukan untuk kemaksiatan, sehingga tidak dibantu jika hutang tersebut dipakai untuk kemaksiatan kecuali jika dia bertaubat dan nampak kejujuran taubatnya.
Yang termasuk dalam makna ini yakni tidak diberi dari zakat orang yang berhutang untuk keperluan mubah namun berlebihan, kerana Allah berfirman," Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan."  [QS al-A'Araf:31]
Demikianlah dan tidak disyaratkan untuk memberikan langsung kepada orang yang berhutang, namun boleh memberikannya untuk melunasi hutangnya, dan boleh memberi langsung kepada orang yang memberi piutang, khususnya pabila kita mengkhuatirkan uang yang diberi tidak digunakan untuk melunasi hutangnya.

6.)  Fii Sabilillah
    Dalam rangka untuk jeehad, sehingga diberikan kepada kaum mujahidin dan untuk persenjataan meskipun ia orang yang kaya, sehingga yang termasuk dalam penyaluran ini adalah membeli persediaan amunisi, persenjataan, pendirian pangkalan militir, biaya upah orang yang menunjukkan kepada musuh dan ini adalah mazhab Shafi'e, Maliki, Hambali, hanya mazhab Shafie, dan Hambali mensharatkan bahwa orang tersebut termasuk sukarelawan dan tidak memiliki gaji dari Baitul maal.
Imam Ahmad, al-Hasan dan Ishaq bahwa haji termasuk fii sabilillah dan ini adalah mazhab Ibnu Umar dan Ibnu Abbas dan ini adalah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

Berdasarkan hal ini maka tidak sah menyalurkan zakat untuk membangunkan masjid dan memperbaiki jalan, dan mencetak kitab bahkan penyaluran seperti dari dana yang lain seperti, wakaf, hibah, wasiat dan yang lain.

7.)  Ibnu Sabil
    Ia adalah musafir yang terputus bekal perjalanannya, baik kerana kehilangan, kehabisan bekal, dan ia butuh nafkah, maka orang ini diberi dari zakat sesuai dengan kadar yang bisa menyambung hajat nya dan kembali ke negrinya, meskipun seandainya ia adalah seorang yang kaya dan ia memiliki harta di negerinya.
Disyaratkan dalam safar tersebut harus dalam rangka sesuatu yang syar'i dan mubah bukan kemaksiatan.
Wallahu a'alam.
Ringkasan dari Tamammul Minnah, Shahih Fiqh Sunnah oleh Syaikh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf Al Azazy.

July 20, 2013

Beberapa Amalan yang Dianjurkan pada Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan


Setelah memaklumi bahwa lailatul qadr berada pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, tentu seorang hamba harus mempersiapkan dirinya dengan beberapa amalan shahih yang, kalau dikerjakan pada lailatul qadr, nilai amalan itu tentu lebih baik daripada dikerjakan selama seribu bulan.

Amalan shahih apapun, yang dikerjakan pada lailatul qadr, akan mengandung keutamaan tersebut. Oleh karena itu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangat memaksimalkan amalan shalih pada sepuluh malam terakhir sebagaimana diterangkan oleh Aisyahradhiyallâhu ‘anhâ,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ
“Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir, suatu hal yang beliau tidak bersungguh-sungguh (seperti itu) di luar (malam) tersebut.” [1]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim mencontoh Rasulullahshallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam kesungguhan beliau dalam hal menjalankan ibadah.

Berikut beberapa amalan yang pelaksanaannya sangat dianjurkan pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.

Pertama: Qiyamul Lail
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada lailatul qadr karena keimanan dan hal mengharap pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.” [2]
Perihal amalan ini juga diterangkan oleh Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ,
كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bila sepuluh malam terakhir telah masuk, mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” [3]
Kedua: Membaca Al-Qur`an
Al-Qur`an Al-Karim memiliki kekhususan kuat berkaitan dengan bulan Ramadhan bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an.” [Al-Baqarah: 185]
Dimaklumi pula bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memberi perhatian lebih terhadap Al-Qur`an pada bulan Ramadhan sehingga Jibril turun pada bulan Ramadhan untuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang membaca Al-Qur`an sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَلْقَاهُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ فِيْ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam orang yang terbaik dengan kebaikan, dan beliau lebih terbaik pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya Jibril menjumpai beliau setiap tahun pada (bulan) Ramadhan hingga bulan berlalu. Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam memperhadapkan Al-Qur`an kepada (Jibril). Apabila Jibril menjumpai (Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam), beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang lebih baik dengan kebaikan daripada angin yang berembus tenang.” [4]
Dimaklumi oleh setiap muslim, keutamaan Al-Qur`an dalam segala hal, baik dalam membacanya, menadabburinya, mempelajarinya, maupun hal-hal selainnya.

Ketiga: I’tikaf
I’tikaf berarti berdiam di masjid dalam rangka beribadah kepada Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Tidaklah seseorang keluar dari masjid, kecuali untuk memenuhi hajatnya sebagai manusia.
I’tikaf adalah ibadah sunnah pada bulan Ramadhan serta di luar Ramadhan. Amalan tersebut adalah syariat yang telah ada pada umat-umat sebelum umat Islam dan merupakan mahligai kaum salaf shalih.
Dasar pensyariatan amalan itu adalah firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ,
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Sedang kalian beri’tikaf di dalam masjid.” [Al-Baqarah: 187]
Ayat di atas masih dalam rangkaian penjelasan hukum-hukum seputar puasa Ramadhan. Jadi, I’tikaf memiliki kekhususan berkaitan dengan Ramadhan. Oleh karena itu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan sebagaimana diterangkan oleh hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ,
أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri beliau beri’tikaf setelah itu.” [5]

Keempat: Memperbanyak Doa
Doa adalah ibadah yang sangat agung, merupakan sifat para nabi dan rasul serta ciri orang shalih. Keutamaan, perintah, dan manfaat doa sangatlah banyak diterangkan dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Keberadaan doa pada bulan Ramadhan sangatlah kuat. Allah Subhânahu wa Ta’âlâmenyebut tentang amalan tersebut di sela-sela pembicaraan tentang hukum-hukum puasa. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” [Al-Baqarah: 186]
Dimaklumi pula bahwa pertengahan malam adalah waktu yang baik untuk berdoa,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ (وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : حِيْنَ يَمْضِيْ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ, وَفِيْ رِوَايَةٍ أُخْرَى لَهُ : إِذَا مَضَى شَطْرُ اللَّيْلِ أَوْ ثُلُثَاهُ) فَيَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهِ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ
Rabb kita Tabâraka wa Ta’âlâ turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam terakhir tersisa (dalam salah satu riwayat Muslim, ‘Ketika sepertiga malam pertama telah berlalu,’ dan dalam riwayat beliau yang lain, ‘Apabila seperdua atau dua pertiga malam telah berlalu,’), kemudian berfirman, ‘Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, Aku akan mengabulkan untuknya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberikan untuknya, dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, Aku akan mengampuninya.’.” [6]

Kelima: Taubat dan Istighfar
Taubat dan istighfar adalah amalan yang dituntut pada seluruh keadaan. AllahSubhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kalian seluruhnya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” [An-Nûr: 31]
Malam hari adalah tempat untuk bertaubat dan beristighfar bagi orang-orang yang bertakwa. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ. آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ. كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan pada mata air-mata air, sambil mengambil sesuatu yang diberikan oleh Rabbmereka kepada mereka. Sesungguhnya, sebelumnya di dunia, mereka adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam; Dan pada akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzâriyât: 15-18]

Keenam: Umrah
Umrah termasuk amalan shalih yang agung, penuh dengan keutamaan dan kebaikan, serta lebih utama untuk diamalkan pada bulan Ramadhan karena Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عُمْرَةً فِيْ رَمَضَانَ تَقْضِيْ حَجَّةً مَعِيْ
“Umrah pada bulan Ramadhan menggantikan haji bersamaku.” [7]

Demikian beberapa contoh amalan shalih pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Wallâhu A’lam.

[1] Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Dâwud, At-Tirmidzy, dan An-Nasâ`iy.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry (konteks hadits ini milik beliau), Muslim, dan Abu Dâwud.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, dan An-Nasâ`iy.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim dan Abu Dâwud.
[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâwud, At-Tirmidzy, dan Ibnu Mâjah.
[7] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâwud, At-Tirmidzy, dan Ibnu Mâjah
Sumber: Dzulqarnain.net

July 19, 2013

Haram Hukumnya Memasang Gambar (Makhluk Bernyawa) di Dalam Rumah.

Hadith dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasullah shallallahu alaihi wassalam bersabda,"Para malaikat tidak akan masuk kedalam rumah yang ada patung dan gambar (makhluk bernyawa)." [HR Muslim 6/156/157/159/162.]

Ancaman bagi orang-orang yang suka menggambar:

'Setiap orang yang suka menggambar itu akan masuk Neraka. Allah akan menjadikan baginya, dengan setiap gambar yang dibuat, sosok yang akan menyiksanya di Neraka Jahanam kelak."
[HR Muslim 6/161 diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.]

Dari Abu Zur'ah dia berkata, "Saya dan Abu Hurairah pernah masuk kerumah Marwan dan melihat beberapa gambar, lalu Abu Hurairah berkata; 'Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 'Siapa lagi orang yang lebih dzalim daripada orang yang mencoba membuat ciptaan seperti makhluk-Ku? Mereka boleh mencoba membuat atom, atau menciptakan biji-bijian, ataupun menciptakan jelai"
[HR Muslim 6/162.]

Dari Aisyah pula, beliau mengatakan Nabi shallallahu alaihi wassalam berkata," sesungguhnya orang yang membuat gambar ini akan disiksa. Setelah itu, orang tersebut akan diminta, 'Hidupkanlah apa yang telah kamu buat!' Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, 'Rumah yang didalamnya ada gambar pasti tidak akan dimasuki malaikat. "

Kesimpulannya, haram menggantungkan gambar didinding dan rumah yang didalamnya terdapat gambar, tidak akan dimasuki oleh Malaikat rahmah sehingga penghuninya tidak mendapatkan istighfar dan do'a dari Malaikat rahmah. Pengharaman ini mencakup gambar tangan dan fotografi dan makhluk bernyawa.

Sebagian ulama mengatakan adapun gambar yang dihinakan yang boleh digunakan adalah gambar yang sudah koyak dan berubah bentuknya. Allaahu 'alam.

Rujukan: Ringkasan Shahih Muslim oleh Shaikh al-Albani.
Ensiklopedi Larangan mengikuti alQur'an dan Sunnah. 

Penilaian hadith tentang membaca surat Yasin di kuburan. No.1246


"Barangsiapa memasuki pekuburan kemudian membaca surat Yasin, maka diringankan pada hari itu segala beban mereka (ahli kubur) dan baginya kebaikan sejumlah orang yang ada dalam pekuburan itu" 

Hadits tentang keutamaan surat Yasin sangat mashur dan laris dipasarkan. Tetapi sayang, kadang kala hadith yang mashur dan sering di laungkan itu tidak benar, ternodai oleh mereka yang tidak bertanggung jawab, menebarkan hadith atau kisah yang tidak shahih tanpa penyelidikan mendalam. 

Misalnya, Hadith diatas adalah hadith maudhu'. Di keluarkan oleh ats-Tsa'labi dalam Tafsir (III/161/2) dengan jalur sanad dari Muhammad bin Ahmad ar-Riyahi; perawi Ayyub bin Murdrik, dari Abi Ubaidah, dari al-Hasan  dari Anas bin Malik secara marfu'.

Shaikh al-Albani mengatakan sanadnya gelap, rusak dan berendengan kelemahannya.

Pertama, Abu Ubaidah dinyatakan oleh Ibnu Mu'in sebagai perawi misterius.
Kedua, Ayyub bin Mudrik disepakati oleh para pakar hadith sebagai perawi dhaif, bahkan Ibnu Mu'in menyatakannya sebagai perawi pendusta.
Ketiga, Ahmad ar-Riyahi, yang sebenarnya adalah Ahmad bin Yazid bin Dinar Abul Awam. Al-Baihaqi mengatakan dia perawi misterius.

Sila lihat Silsilah Hadith Dhaif dan Maudhu' Jilid 3, oleh Shaikh al-Albani untuk penjelasan lebih lanjut. No. 1246.

Penilaian Hadith tentang membaca surat al-Ikhlas sebelas kali di perkuburan.

"Barangsiapa yang melewati pemakaman (pekuburan) kemudian membaca surat al-Ikhlas sebelas kali (11), kemudian  ia hibahkan pahalanya bagi para mayat, maka dia akan diberi pahala sesuai jumlah mayat yang ada."
Hadith No. 1290

Hadith ini maudhu'. Di keluarkan oleh Abu Muhammad al Khallal didalam Fadhail al-Ikhlas (11/201 Q), ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, dari Abdullah bin Ahmad bin Aamir, "Telah memberitakan kepada kami ayahku, memberitakan kepada kami Ali bin Musa, dari ayahnya Muhammad bin Ali, dari ayahnya al-Hussain, dari ayahnya Ali bin Abi Thalib secara marfu'.

Syaikh al-Albani mengatakan disebutkan dalam kitab al-Mizan, "Abdullah bin Ahmad bin Aamir, dari  ayahnya, dari Ali ar-Ridha, dari ayah-ayahnya dengan naskah naskah maudhu', tidak terlepas dari ulah pemalsuannya atau pemalsuan ayahnya."  Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh as-Suyuthi dalam kitab Dzayl al-Ahadits al-Maudhu'ah hal 144.

Al-Hafizh as-Sakhawi dalam Fatawa al-Haditsiyah (11/19 Q) mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya'la dengan sanad dari Ali, juga oleh ad-Daruqunthi serta an-Najjad, seperti disebutkan oleh al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ibrahim al-Maqdisi dalam Juz'u Fiihi Wushuul al-Qiraatu ilal Mayyit dan dinisbatkan oleh al-Qurthubi dalam Tadzkirah-nya kepada as-Salafi.

Begitu juga penulis Musnad al-Firdaus yang semuanya dari jalur sanad Abdullah bin Ahmad bin Aamir ath-Thaa'i dari ayahnya dari Ali bin Musa ar-Ridha dari Ali ...Akan tetapi Abdullah dan ayahnya adalah pendusta. Hadith ini juga dikemukakan oleh Asy-Syekh al-Aljuni.

Hadith ini, kendatipun sangat sering diucapkan oleh mereka yang gemar mengagungkan kuburan, adalah hadith maudhu', dengan kesaksian dua hafizh, yaitu as-Sakhawi dan as-Suyuthi.

Meskipun pada bagian mukadimah, ia mengatakan bahwa dia akan menghindari periwayatan-periwayatan tunggal yang di beritakan oleh pendusta atau pemalsu, ternyata ia banyak membuat hadith maudhu' dalam al-Jami' al-Kabir (1/298/2). Kitab ini memuatkan sangat banyak hadith, lain dengan kitab al-Jami' ash Shaghir.

Silsilah Hadith Dhaif dan Maudhu' Jilid 31. No.1290, oleh Shaikh al-Albani.

July 15, 2013

Kiat-Kiat Agar Mudah Mengerjakan Shalat Malam


Berikut beberapa kiat yang, insya Allah, sangat memudahkan seorang hamba untuk melaksanakan shalat malam.

Pertama, mengikhlashkan amalan hanya untuk Allah sebagaimana Dia telah memerintahkan dalam firman-Nya,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (hal menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]

Kedua, mengetahui keutamaan qiyamul lail dan kedudukan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut di sisi Allah Ta’âlâ.
Hal tersebut karena siapa saja yang mengetahui keutamaan ibadah shalat malam, dia akan bersemangat untuk bermunajat kepada Rabb-nya dan bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya. Hal ini tentunya dengan mengingat semua keutamaan yang telah diterangkan dalam banyak ayat dan hadits.

Ketiga, meninggalkan dosa dan maksiat karena dosa dan maksiat akan memalingkan hamba dari kebaikan.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullâh berkata, “Apabila tidak mampu mengerjakan shalat malam dan puasa pada siang hari, engkau adalah orang yang terhalang dari (kebaikan) lagi terbelenggu. Dosa-dosamu telah membelenggumu.”[1]

Keempat, menghadirkan di dalam diri bahwa Allah yang menyuruhya untuk menegakkan shalat malam itu. Bila seorang hamba menyadari bahwa Rabb-nya, yang Maha Kaya lagi tidak memerlukan sesuatu apapun dari hamba, telah memerintahnya untuk mengerjakan shalat malam itu, hal itu tentu menunjukkan anjuran yang sangat penting bagi hamba guna mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukankah Allah telah menyeru Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا. أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا.
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk mengerjakan shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (dari malam itu), (yaitu) seperduanya atau kurangilah sedikit dari seperdua itu, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan.” [Al-Muzzammil: 1-4]

Kelima, memperhatikan keadaan kaum salaf dan orang-orang shalih terdahulu, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan setelahnya, tentang keseriusan mereka dalam hal mendulang pahala shalat malam ini.
Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallâhu ‘anhu berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian, kerjakanlah shalat oleh kalian pada kegelapan malam guna kengerian (alam) kuburan, berpuasalah di dunia untuk terik panas hari kebangkitan, dan bersedekahlah sebagai rasa takut terhadap hari yang penuh dengan kesulitan. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah penasihat untuk kalian lagi orang yang sangat mengasihi kalian.”[2]
Tsabit bin Aslam Al-Bunany rahimahullâh berkata, “Tidak ada hal lezat yang saya temukan dalam hatiku melebihi qiyamul lail.” [3]
Sufyân Ats-Tsaury rahimahullâh berkata, “Apabila malam hari datang, saya pun bergembira. Bila siang hari datang, saya bersedih.” [4]
Hisyam bin Abi Abdillah Ad-Dastuwa`iy rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang menolak tidur pada malam hari karena mengkhawatirkan kematian saat mereka tidur.” [5]
Abu Sulaiman Ad-Dârâny rahimahullâh berkata, “Ahli ketaatan merasa lebih lezat dengan malam hari mereka daripada orang yang lalai dengan kelalaiannya. Andaikata bukan karena malam hari, niscaya saya tidak suka tetap hidup di dunia.” [6]
Ketika Yazîd Ar-Raqasiy rahimahullâh mendekati ajalnya, tampak tangisan dari beliau. Saat ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab, “Demi Allah, saya menangisi segala hal yang telah saya telantarkan berupa shalat lail dan puasa pada siang hari.” Beliau juga berkata, “… Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian tertipu dengan waktu muda kalian. Sungguh, bila sesuatu yang menimpaku, berupa kedahsyatan perkara (kematian) dan beratnya kepedihan maut, telah menimpa kalian, pastilah (kalian) hanya (akan berpikir) untuk keselamatan dan keselamatan, untuk kehati-hatian dan kehati-hatian. Bersegeralah, wahai saudara-saudaraku –semoga Allah merahmati kalian-.” [7]
Ishaq bin Suwaid Al-Bashry rahimahullâh berkata, “Mereka (para Salaf) memandang bahwa tamasya (itu) adalah dengan berpuasa pada siang hari dan mengerjakan shalat pada malam hari.” [8]
Adalah Malik bin Dînar rahimahullâh tidak tidur pada malam hari. Ketika ditanya, “Mengapa saya melihat manusia tidur pada malam hari, sedangkan engkau tidak?” Beliau menjawab, “Ingatan tentang neraka Jahannam tidak membiarkan aku untuk tidur.” [9]
Mu’âdzah bintu Abdillah rahimahullâh -yang menghidupkan malamnya dengan mengerjakan ibadah- berkata, “Saya takjub kepada mata (seseorang) yang tertidur, sedang dia mengetahui akan panjangnya tidur pada kegelapan kubur.” [10]

Keenam, mengenal semangat syaithan untuk memalingkan manusia dari qiyamul lail. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Syaithan mengikat tengkuk kepala salah seorang dari kalian sebanyak tiga ikatan ketika orang itu sedang tidur. Dia memukul setiap tempat ikatan (seraya berkata), ‘Malam yang panjang atas engkau, maka tidurlah.’ Apabila orang itu bangun kemudian menyebut nama Allah, terlepaslah satu ikatan. Apabila orang itu berwudhu, terlepaslah satu ikatan (yang lain). Apabila orang itu mengerjakan shalat, terlepaslah seluruh ikatannya. Orang itupun berada pada pagi hari dengan semangat dan jiwa yang baik. Kalau tidak (mengerjakan amalan-amalan tadi), orang itu akan berada pada pagi hari dalam keadaan jiwa yang jelek dan pemalas.” [11]

Ketujuh, memendekkan angan-angan dan banyak mengingat kematian. Ini adalah kaidah yang akan memacu semangat hamba dalam pelaksanaan ketaatan dan menghilangkan rasa malas. Dari Ibnu Umar, beliau berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam memegang bahuku seraya berkata,
‘Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara yang sekadar berlalu.’.”
Adalah Ibnu Umar berkata setelah itu, “Apabila berada pada waktu sore, janganlah engkau menunggu waktu pagi, dan, jika engkau berada pada waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah dari waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, dan ambillah dari kehidupanmu untuk kematianmu.” [12]

Kedelapan, mengingat nikmat kesehatan dan waktu luang. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dua nikmat yang banyak manusia melalaikannya: kesehatan dan waktu luang.” [13]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu ‘anhumâ, dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang lelaki sembari menasihati lelaki tersebut,
“Manfaatkan lima perkara dengan segera sebelum (datang) lima perkara; waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kehidupanmu sebelum (datang) kematianmu.” [14]

Kesembilan, segera tidur pada awal malam. Dalam hadits Abi Barzakh radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata,
“Adalah (Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam) membenci tidur sebelum (mengerjakan shalat) Isya dan berbincang-bincang setelah (mengerjakan shalat Isya) tersebut.” [15]

Kesepuluh, menjaga etika-etika tidur yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, seperti tidur dalam keadaan berwudhu, membaca “tiga qul” (yakni surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nâs), ayat kursi, dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah, dzikir-dzikir yang disyariatkan untuk dibaca ketika tidur, serta tidur dengan bertumpu di atas rusuk kanan.

Kesebelas, menghindari berbagai sebab yang mungkin melalaikan seorang hamba terhadap shalat malamnya. Para ulama menyebutkan bahwa di antara sebab tersebut adalah terlalu banyak makan dan minum, terlalu meletihkan diri pada siang hari dengan berbagai amalan yang tidak bermanfaat, tidak melakukan qailûlah (tidur siang), dan selainnya. 

Demikian beberapa kiat agar kita mudah mengerjakan shalat malam. Semoga risalah ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan bisa menjadi pedoman dalam hal menghidupkan malam-malam penuh berkah pada bulan Ramadhan dan seluruh bulan lain. 
Âmîn, Yâ Rabbal ‘ÂlamînWallâhu Ta’âlâ A’lam.**************
[1] Al-Hilyah karya Abu Nu’aim 8/96.
[2] Az-Zuhd karya Al-Imam Ahmad hal. 148 -dengan perantaraan Ruhbânul Lail1/328-.
[3] Lihatlah Sifât Ash-Shafwah 2/262 karya Ibnul Jauzy.
[4] Bacalah Al-Jahr wa At-Ta’dil 1/85 karya Ibnu Abi Hatim.
[5] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunyâ, dalam Kitâb At-Tahajjud wa Qiyâmil Lail no. 61, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyâmul Lailhal. 57.
[6] Disebutkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 9/275, Ibnul Jauzy dalam Sifât Ash-Shafwah 2/262, dan Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad 10/248.
[7] Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asâkir dalam Tarikh-nya 65/92.
[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunyâ dalam Kitâb At-Tahajjud wa Qiyâmil Lail no. 35.
[9] Dikeluarkan oleh Ibnu Abid Dunyâ, dalam Kitâb At-Tahajjud wa Qiyâmil Lail no. 59, dan Muhammad bin Nashr Al-Marwazy, sebagaimana dalam Mukhtashar Qiyâmul Lailhlm. 76.
[10] Siyâr A’lam An-Nubalâ` 4/509.
[11] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah.
[12] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah, hanya saja Ibnu Majah tidak menyebutkan ucapan Ibnu ‘Umar. Selain itu, ada tambahan pada akhir riwayat hadits beliau, “… dan hitunglah dirimu dari penghuni kubur.”
[13] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah.
[14] Diriwayatkan oleh Al-Hâkim dan selainnya. Dishahihkan oleh Al-Albâny.
[15] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah.
Sumber: Dzulqarnain.net

“Minta lah Pertolongan Dengan Sabar dan Shalat”, Mengapa Sabar Lebih Dahulu?


Dalam ayat:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
"Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat" (QS. Al Baqarah: 45)
mengapa dalam ayat ini sabar disebutkan lebih dahulu daripada shalat, padahal shalat adalah tiang agama?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:
Allah Tabaraka Wa Ta'ala mendahulukan sabar karena sabar itu lebih luas dari shalat. Karena shalat adalah ibadah tertentu, sedangkan sabar lebih luas cakupannya. Bahkan shalat adalah bentuk dari sabar, karena shalat adalah bentuk ketaatan kepada Allah Azza Wa Jalla. Para rahimahumullah menjelaskan bahwa sabar itu ada 3 macam:
  1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah, yaitu seseorang senantiasa melaksanakan ketaatan
  2. Sabar dari maksiat Allah, yaitu seseorang menahan diri untuk tidak melakukan maksiat
  3. Sabar terhadap takdir Allah, yaitu seseorang menahan diri dari sikap menentang takdir Allah, bersabar atas takdir buruk yang menimpanya dan juga menahan diri dari sikap jengkel dan marah terhadap qadha dan qadar Allah.
Jadi yang ada dalam ayat ini adalah meng-athaf-kan yang khusus kepada yang umum. Dan shalat itu waktu pelaksanaanya relatif singkat, dan jiwa seseorang bisa bersabar untuk mengerjakannya dan cenderung mau untuk menegakkannya. Demikian.
Dari : Kangaswad.wordpress

July 14, 2013

Bacaan dalam Shalat Tarawih dan Witir


Dalam Qiyâm Ramadhân hal. 23-25, Syaikh Al-Albany berkata,

“Tentang bacaan dalam shalat Lail padaqiyâm Ramadhan dan selainnya, Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam tidaklah menetapkan suatu batasan tertentu yang tidak boleh dilampaui dengan bentuk tambahan dan pengurangan., Pada setiap rakaat, beliau kadang membaca sekadar yâ ayyuhal muzzammil (surah Al-Muzzammil) yang bacaan tersebut (berjumlah) dua puluh ayat, dan kadang sekadar lima puluh ayat. Beliau bersabda,
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat dengan (membaca) seratus ayat dalam semalam, tidaklah ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai.”
“… dengan (membaca) dua ratus ayat, sungguh ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang qânit ‘khusyu’, panjang shalatnya,-pent.’ lagi ikhlas.”
Selain itu, pada suatu malam dan dalam keadaan sakit, beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam membaca tujuh (surah) yang panjang, yaitu surah Al-BaqarahÂli ‘ImrânAn-Nisâ`Al-Mâ`idahAl-An’âmAl-A’râf, dan At-Taubah.
Juga dalam kisah pelaksanaan shalat Hudzaifah bin Al-Yamân di belakang Nabi‘alaihish shalâtu was salâm bahwa beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam membaca (surah) Al-Baqarah, lalu (surah) An-Nisâ’, kemudian (surah) Âli ‘Imrân dalam satu rakaat, dan beliau membaca (beberapa surah) tersebut dengan lambat lagi pelan.
Juga telah tsabit (sah, tetap) dengan sanad yang paling shahih bahwa, tatkala ‘Umarradhiyallâhu ‘anhu memerintah Ubay bin Ka’ab untuk mengerjakan shalat (mengimami) manusia sebanyak sebelas rakaat dalam Ramadhan, Ubay radhiyallâhu ‘anhu membaca dua ratus (ayat) sampai orang-orang yang (bermakmum) di belakangnya bersandar di atas tongkat karena kelamaan berdiri, dan tidaklah mereka bubar kecuali pada awal-awal fajar.
Juga telah shahih dari ‘Umar bahwa beliau memanggil para pembaca Al-Qur`an pada bulan Ramadhân, kemudian memerintah orang yang bacaannya paling cepat untuk membaca tiga puluh ayat, orang yang pertengahan (kecepatan membacanya untuk membaca) dua puluh lima ayat, dan orang yang lambat (kecepatan membacanya untuk membaca) dua puluh ayat.
Dibangun di atas hal tersebut, kalau seseorang mengerjakan shalat sendirian, silakan memperpanjang sesuai dengan kehendaknya, demikian pula bila ada (orang yang mengerjakan shalat) bersamanya dari (kalangan) orang yang bersepakat dengannya (dalam hal memperpanjang pelaksanaan shalat,-pent.). (Lagipula), setiap kali (pelaksanaan shalat seseorang) panjang, hal itu lebih utama. Akan tetapi, ia janganlah berlebihan dalam hal memperpanjang (pelaksanaan shalat) sampai menghidupkan seluruh malam, kecuali kadang-kadang, dalam rangka mengikuti Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang bersabda;
“Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (shallallâhu ‘alaihi wa sallam).”
Selain itu, apabila mengerjakan shalat sebagai imam, hendaknya ia memperpanjang (pelaksanaan shalatnya) dengan sesuatu yang tidak memberatkan orang-orang (yang bermakmum) di belakangnya berdasarkan sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
“Apabila salah seorang dari kalian qiyâm (mengerjakan shalat) untuk (mengimami) manusia, hendaknya ia memperingan pelaksanaan shalatnya karena, di antara mereka (yang bermakmum), ada anak kecil dan orang besar, serta di antara mereka, ada orang lemah, orang sakit, dan orang yang mempunyai keperluan. Apabila qiyâmsendirian, hendaknya ia memperpanjang pelaksanaan shalatnya sesuai dengan kehendaknya.”.”
Demikian keterangan Syaikh Al-Albâny tentang bacaan pada qiyamul lail.

Adapun bacaan dalam shalat Witir, beberapa hadits yang menjelaskannya, di antaranya, adalah hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Imam Ahmad dan selainnya bahwa Ubay berkata,
“Pada shalat Witir, adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam membacasabbihisma Rabbikal A’lâ (surah Al-A’la), qul yâ ayyuhal kâfirûn (surah Al-Kâfirûn), dan qul huwallâhu ahad (surah Al-Ikhlash). Apabila salam, beliau berkata, ‘Subhânal Malikul Quddûs,’ [1] sebanyak tiga kali.” [2]
Juga dalam hadits ‘Abdurrahman bin Abi Abza riwayat Ahmad dan selainnya bahwa beliau berkata,
“Pada shalat Witir, sesungguhnya beliau membaca sabbihisma Rabbikal A’lâ (surah Al-A’la), qul yâ ayyuhal kâfirûn (surah Al-Kâfirûn), dan qul huwallâhu ahad (surah Al-Ikhlash). Apabila salam, beliau berkata, ‘Subhânal Malikul QuddûsSubhânal Malikul QuddûsSubhânal Malikul Quddûs,’ dan mengeraskan suaranya ketika (membaca bacaan) itu.” [3]
Berdasarkan dua hadits di atas, Ats-Tsaury, Ishâq, dan Abu Hanîfah menganggap bahwa pembacaan tiga surah di atas dalam shalat Witir adalah sunnah.

Membaca 3 Surah pada Akhir Shalat Witir
Imam Mâlik dan Asy-Syâfi’iy juga menganggap bahwa pembacaan tiga surah di atas dalam shalat Witir adalah sunnah, kecuali pada rakaat ketiga. Menurut keduanya, pada rakaat ketiga, selain surah Al-Ikhlash, seseorang juga disunnahkan untuk menambah bacaan dengan surah Al-Falaq dan surah An-Nâs.
Namun, hadits mengenai tambahan dua surah tersebut dianggap lemah oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, dan Al-‘Uqaily. Oleh karena itu, seharusnya orang yang mengerjakan shalat Witir tiga rakaat hanya membaca surah Al-Ikhlash pada rakaat ketiga.
Dalam Sifat Shalat An-Nabi hal. 122 (cet. kedua Maktabah Al-Ma’ârif), Syaikh Al-Albâny juga menshahihkan hadits tentang pembacaan seratus ayat dari surah An-Nisâ` dalam rakaat shalat Witir.[4]

[1] Artinya adalah Maha suci Yang Maha berkuasa lagi Yang Maha suci.
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/95, 6/89, Ahmad 5/123, Ibnul Jârud no. 271, Abu Dâud no. 1430, An-Nasâ`iy 3/235, 244, Ibnul Hibban no. 2450, Ad-Dâraquthny 2/31, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 8/no. 8115, dan Al-Baihaqy 3/39, 40, 41. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny, dalam beberapa buku beliau, dan Syaikh Muqbil, dalam Al-Jâmi’Ash-Shahîh 2/160-161.
[3] Diriwayatkan oleh Ath-Thayâlisy no. 546, Ibnu Abi Syaibah 2/93, Ahmad 3/406, 407, ‘Abd bin Humaid sebagaimana dalam Al-Muntakhab no. 312, An-Nasâ`iy 3/244, 245, 246, 247, 249, 250, 251, Ibnul Ja’ad no. 487, Ath-Thahâwy 1/292, Al-Hâkim 1/406, Al-Baihaqy 3/41, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqîq no. 673. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny, dalam beberapa buku beliau, dan Syaikh Muqbil, dalam Al-Jâmi’Ash-Shahîh 2/161
.[4] Tentang pembahasan dalam bab ini, baca jugalah Al-Mughny 2/599-600 karya Ibnu Qudamah, Al-Majmu’ 2/599 karya An-Nawawy, dan Syarhus Sunnah 4/98 karya Al-Baghawy.l
Sumber: Dzulqarnain.net