SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

December 26, 2013

Fondasi Ahlus Sunnah (bag 3)

9.). Meninggalkan perdebatan dan adu argumentasi serta pertikaian dalam urusan agama.
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan."  [QS. Ar-Ruum: 31-32].
"Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir."
[QS. Al-Mu'min: 4].
"Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras permusuhannya." 
[HR. Bukhari (4523), Muslim (2668)].

10.). As-Sunnah tidak boleh dibuat permisalan dan tidak dapat diukur dengan akal dan hawa nafsu, akan tetapi dengan ittiba' dan meninggalkan hawa nafsu.

"Seandainya perkara agama ini diukur dengan akal/pendapat, maka bagian bawah terompah ini lebih patut dibasuh daripada bagian atasnya (yakni ketika berwudhu)." 
[Dari Ali bin Ali Thalib, di shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Al-Irwaa' (103)].

Umar Radiyallahuanhu berkata, "Ahli Ra'yi (orang-orang yang menuhankan akal) telah menjadi musuh-musuh Sunnah. Hadith-hadith Nabi telah menjadikan mereka tidak mampu memahaminya, dan tidak dapat meriwayatkannya, sehingga merekapun bergegas menuju pendapat akal." 
[Jami' Bayaanil 'ilmi, karya Ibnu Abdil Bar, bab Al-Farqu Baina at-Taqliidi wal ittiba'.]

11.). Dan termasuk dari Sunnah yang tidak boleh ditinggalkan dan bila ditinggalkan satu perkara saja darinya maka ia tidak menerima dan beriman dengannya (Sunnah) dan tidak termasuk dari ahlinya adalah: 

12.). Beriman terhadap taqdir baik dan buruknya dan membenarkan hadith-hadith tentangnya dan mengimaninya. Tidak boleh mengatakan; "Kenapa" dan "bagaimana", kerana hal itu tiada lain hanyalah membenarkan dan mengimaninya. Barangsiapa yang tidak mengerti penjelasan hadith (tentang taqdir) dan akalnya tidak sampai, maka hal itu telah cukup dan kokoh baginya. Maka wajib baginya mengimani dan berserah diri, seperti hadith; Ash-Shaadiqul Mashduuq. Dan semisalnya tentang hadith taqdir, juga semua hadith-hadith tentang melihat Allah meskipun jarang terdengar dan banyak yang tidak suka mendengarnya, maka wajib mengimaninya dan tidak boleh menolak darinya satu huruf pun, dan hadith-hadith selainnya yang ma'tsur dari orang-orang yang tsiqah (terpecaya). 

Yahya bin Ya'mur berkata, orang yang pertama kali berbicara tentang taqdir di Bashrah adalah Ma'bad al-Juhaini. Diringkaskan Yahya berjumpa bertanya pada Abdullah bin Umar bin al-Khathab Radiyallahuanhu , "Wahai Abu Abdirrahman, telah muncul di tengah kami orang-orang yang membaca Al-Quran dan sedikit ilmunya --dan ia menyebutkan perkara-perkara mereka--. Dan mereka mengira bahwa tidak ada taqdir, dan semua terjadi secara unuf." Maka Ibnu Umar menjawab, "Apabila kamu berjumpa dengan mereka, beritahu bahwa aku berlepas diri dari mereka dan bahwa mereka telah berlepas diri dariku, dan demi Dzat yang 'Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima darinya sehingga dia beriman kepada taqdir..." Kemudian dia menyebutkan hadith Umar bin Khathab pasal Iman, Islam dan Ihsan..
Diringkaskan (tidak merubah makna) dari Syarah Ushulus Sunnah al-Imam Ahmad bin Hanbal. 
Pensyarah; Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih. Penerbit: Maktabah Ibnu Taimiyyah.

No comments:

Post a Comment